Topik ini sebenarnya sudah basi di pikiranku. Hari ini membicarakannya lagi, bagai mengorek-ngorek tumpukan sampah yang belum sempat kubuang. Tapi tidak apa-apalah, untuk yang terakhir kali, sebelum nanti sore sampahnya benar-benar kutinggalkan dalam bak sampah depan rumahku. Aku bahkan lupa kalau belum membuang sampah ini.
Dulu, aku punya banyak cara berpikir yang berbeda dengan hari ini. Itu satu.
Dulu, aku mengagungkan perjuangan akan cinta meski harus berdarah-darah sendiri. Sekarang aku lebih realistis, mencintai diri sendiri menjadi prioritas pertama. Egois? Tidak apa-apa. Manusia memang makhluk egois, mengapa harus menyangkal kodrat sendiri? Itu dua.
Dulu, aku suka menghabiskan waktu dengan terus berusaha mengerti orang-orang dan mencari tahu apa motif dan alasan di balik sikap orang-orang. Sekarang, aku lebih suka mengamati dan menerima sikap orang-orang tanpa perlu harus mencari pembenaran akan apa yang mereka perbuat. Dua mata melihat, dua telinga mendengar, satu mulut… tetap tutup. Itu tiga.
Dulu, aku stress dan menyimpan banyak sakit hati tak terucapkan dan juga penyesalan akan hubungan yang berjalan tidak sesuai dengan aku harapkan. Tapi sekarang, aku sudah membersihkan sakitku dan menerima kenyataan bahwa banyak hubungan yang tidak berhasil, it’s okay… Itu empat.
Dulu, aku orang yang percaya bahwa aku bisa membantu siapa saja untuk bisa membuka hati dan be positive. Tapi sekarang, aku menerima kenyataan bahwa konsep yang benar, pintu hati itu selalu hanya bisa dibuka dari dalam. Tidak bisa dibuka dari dua arah, nanti pintu itu bisa jebol. Dan semua orang bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Tidak perlu aku sok sibuk dan sok tahu serta sok benar tentang orang lain. Itu lima.
Lima cukup?
Semoga…
Kalau tidak cukup, still, it’s okay!
Aku baik-baik saja di sini. Aku bahagia menjalani hari-hariku. Meskipun ada masalah, aku bisa hadapi semua itu dengan kepala dingin. Nah, tolong diterima ini, aku tidak butuh obat hati, karena aku tidak punya sakit hati.
Kalau kau mengira aku pura-pura, menyimpan dendam dan sakit hati, kemudian berusaha berakting bahagia….oh, kau salah besar!
Aku sudah menutup cerita itu. The end. Tidak ada tersisa sedikitpun penyesalan atau keinginan hati untuk menangisinya. Sudah kurelakan. Tidak berarti lagi bagiku. Dan aku tidak punya keinginan untuk berpanjang lebar menjelaskan kenapa begitu, kenapa begini. Ini pilihanku. Alasan-alasannya tidak mesti aku paparkan. Mengerti atau tidak, tidak menjadi soal lagi bagiku. Benar-benar tidak penting.
Aku juga tidak punya complainan untukmu tentang apa saja. Aku sudah berada dalam zona netral kalau mengenai dirimu. Jadi maaf, aku tidak punya komentar, juga tidak punya sikap apa-apa, juga tidak pintar berbasa-basi lagi.
Aku adalah aku. Kau suka atau tidak, no problem. Aku tidak akan menjadi seperti apa yang kau harapkan atau kau tuduhkan. Aku diam bukan karena kau benar. Aku diam karena aku tahu kebenaranku sendiri, dan aku tak peduli apa yang menjadi kebenaranmu. Aku hanya akan menjadi aku sendiri, menurut apa yang aku inginkan dan yang Tuhan restui. Kalau kau masih memiliki banyak keluhan dan penyesalan tentang diriku, aku sarankan jangan teruskan ke diriku. Karena aku tak membuka loket complainan untukmu. Sudah aku tutup, jadi aku tidak akan menghabis-habiskan tenaga percuma untuk mendengarkan lagi. Jadi tolong, jangan sakit hati kalau pada akhirnya kau merasa complainan-mu itu tidak ber-respons.
So, kalau mau complain, tujukan saja ke Yang Di Atas. Karena kalau complainan-mu itu berdasar dan memiliki kebenaran seperti benar yang engkau percayai, aku yakin Dia akan meneruskannya padaku. So, keep the faith…
God Bless Me
I'm nobody
Don't see me like somebody for you
If you're not happy b'coz of me
Then it's your problem
Not mine...
I'm nobody
So treat me like nobody
Don't focus on me
Not my fault if you do that
I'm nobody
But i'm happy
Enough
Never better than this
