Rabu, 09 Desember 2009

Pengasingan Diri...


"Jangan marah..."

Kata-kata itu belakangan kerap kudengar. Ditujukan buat diriku. Biasanya aku akan tersenyum, meski itu adalah senyum yang dipaksakan. Dan kemudian akan kujawab dengan kata-kata klise, "Aku tidak marah." Klise, bukan karena aku berbohong, tapi klise karena sudah terlalu sering aku ucapkan akhir-akhir ini. Bukan jawaban yang menyenangkan buatku, karena setiap kali aku harus mengatakannya di saat suasana hatiku sedang tidak menentu. Tapi sekali lagi, aku tidak berbohong. Aku tidak sedang marah.

"Jangan stress..."

Kata-kata itu adalah kata-kata kedua yang selalu kudengar juga belakangan ini. Biasanya kujawab dengan dua cara. Cara pertama aku tertawa pendek, cara kedua aku diam saja. Diam juga adalah sebuah jawaban. Bukan mengiyakan, juga bukan membantah, juga sebenarnya tidak bermaksud menertawakan. Hanya saja, lagi-lagi aku sebenarnya tidak ingin menjawab. Tapi bila aku tidak menjawab, akan diartikan sebagai kemarahan yang terpendam. Atau diartikan sebagai masalah yang tak terucapkan. Dan kemudian akan timbul usaha untuk mengorek dan mengorek... Semakin merasa bahwa ada sesuatu yang salah, yang harus dibenarkan. Bahwa ada sesuatu yang tidak baik yang butuh bantuan untuk membuatnya menjadi baik.

"Stop!"

Itu sebenarnya satu kata yang ingin kuucapkan setiap kali pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan klise di atas muncul. Tapi bila kata itu kuucapkan, akankah kalian mengerti? Mengerti bahwa arti sesungguhnya dari kata itu adalah berhenti? Berhenti bertanya. Berhenti menilai. Berhenti menebak. Berhenti ingin tahu. Berhenti berpikir bahwa aku membutuhkan nasehat ataupun hiburan. Hanya berhenti. Berhenti di sana. Biarkan aku di sini. Aku baik-baik saja. Hanya saja aku perlu untuk berdiri di sini, sendiri dengan diriku dan jiwaku.

Yang sebaliknya terjadi malah akan muncul kesalahpahaman. Kata stop akan membuat kalian mengira aku ini menolak cinta yang kalian berikan. Kata stop membuat rasa kecewa akan maksud baik hati kalian yang tak kumengerti. Tidak, bukan itu maksudku...

Kalau kukatakan bahwa saat ini aku sedang tak ingin berbicara, tak ingin mendengar suara apapun, tak ingin melihat siapapun atau apapun, mengertikah kalian? Aku bahkan tak ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Tak ingin memasang senyum keterpaksaan, atau ekspresi sandiwara. Tapi aku juga tidak punya kemarahan atau sakit yang ingin kulampiaskan keluar. Tidak ada. Aku hanya ingin menyendiri, menarik diriku dari dunia ini. Sejenak bersama diriku saja. Dalam hening. Bahkan aku tidak berniat berbicara pada diriku sendiri.

Bila biasanya bicara adalah sesuatu yang menyenangkan bagiku, sekarang tidak. Hanya karena unsur kesopanan makanya aku masih bicara. Juga sebenarnya unsur keterpaksaan, menjawab pertanyaan-pertanyaan dan keingintahuan orang-orang. Bila biasanya mendengar adalah sesuatu yang juga sangat menyenangkan buatku, sekarang tidak. Aku sedang tak ingin mendengar apapun. Maaf, bukan karena aku tak peduli lagi. Juga bukan karena aku menjadi angkuh atau egois. Tidak. Jangan menilai diriku dari sikapku ini. Aku hanya sedang tak ingin menggunakan semua indera yang ada. Bukan karena ada yang salah pada dirimu, kalian atau orang-orang sekitar. Bukan. Ini karena diriku sendiri. Diriku yang sedang tak ingin menjadi seperti diriku yang kalian kenal.

Ada apa dengan diriku? Aku tak tahu. Aku pun tak ingin menjelaskannya. Aku sedang tak ingin. Maaf... Mungkin bisa kita bicarakan lain kali, tapi tidak saat ini. Yang aku tahu, aku harus pergi, mengasingkan diri dan jiwa untuk sejenak. Hanya itu yang kubutuhkan saat ini. Menutup pintu hati, pikiran dan jiwa untuk sesaat. Sesaat itu berapa lama? Aku tak tahu. Aku tak ingin membuat sebuah perencanaan atau perkiraan.

Bila kalian memang mau mengerti, jangan ketuk pintu itu. Jangan gedor bila tak ada jawaban dari ketukanmu. Jangan dobrak, memaksakan diri untuk masuk menemuiku. Aku butuh jarak ini. Bila kalian mengerti, biarkan aku memasang jarak ini. Tunggulah di sana, suatu saat aku akan kembali. Suatu hari pintu itu akan kembali kubuka. Dan ketika pintu itu telah siap aku buka, aku akan keluar bersama senyum, cinta dan bahagia seperti yang dulu...

Photo Link: http://www.trustile.com/images/uploads/mirror-door-closed-large.jpg

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya