Sabtu, 27 Februari 2010

Sepotong Kisah Di Langit


Air Asia 27/02/2010
13.40 KL time


Kursinya misah. Kata check in officer yang orang India, "You orang punya ticket different so i tak boleh arrange seat." Si India berkacamata itu tampak tidak sehat, matanya sayu dan menatap ke depan dengan bosan. Pelayanannya sangat lambat, terbukti dari counter sebelah tiga kali lebih cepat berganti customer. Ya sutralah... Lagian 17F dengan 18B hanya berjarak satu baris n masih sepesawat kok. Not big deal.

Sampe di atas pesawat, sudah ada dua wanita di kursi 17E dan 17D. Dua-duanya wanita Indonesia. Harusnya TKI yang siap-siap pulkam. Yang 17D belum terlalu tua. Yang 17E lebih 'ibu-ibu'. Mereka asyik bercakap-cakap dengan bahasa Indonesia bercampur dialek melayu. Si muda bercerita tentang majikannya. Kurang jelas. Ada kata: marah, goda, suami baik.... Kira-kira apa ya yang diceritakannya? I dun know...

Tutup mata, lipat tangan, ingat teknik meditasi. Perhatikan napas, masuk, keluar, masuk, keluar...

Suara percakapan dari sebelah tertangkap lagi sepotong-sepotong. Gak bisa konsen nih... Si Ibu dari Jawa, yang muda dari Lampung, transit Jakarta dulu. Si Ibu bertanya," Lampung jauh ya dari Medan? Bla...bla....bla..."

Ayo konsentrasi! Meditasi. Napas masuk, napas keluar...

Ada bunyi logam beradu, lalu suara bisik-bisik tumpang tindih. Ternyata si Ibu masang seat belt tapi kekencengan dan sekarang gak bisa dia buka. Perutnya tercekik. (Eh, benar gak pemakaian kata ini, perut tercekik? Femi tuluuuung....hihihi) Seat belt-nya diutak-atik, gak mau lepas juga. Bantuin deh... Si Ibu tersenyum malu n ngucapin thank you aaa... (ucapan terima kasih khas dalam bahasa Inggris ala melayu). Bukain seat belt-nya, longgarin talinya, trus masangin lagi. Rebes!

Kayaknya susah nih mau meditasi. Baca majalah aja ah... Travel 3 sixty. Si muda n Ibu kembali ngobrol. Dari belakang juga terdengar dialek Jawa-Melayu. Bunyinya? Kereeeen bo....

"You tinggal mana?"

"Serang."

"Serang?"

"Iya. Serang." Diam sejenak, "Banten."

"Banten? Sumatera?"

"Bukan. Jawa."

"Jawa?"

"Jakarta."

"Jakarta mana?"

"Jawa Barat."

"Jawa Barat? Oh, i tahu. Dekat sama Bandung la..."

"Bukan. Jakarta."

Waaaaaaaaaaaaaa..... Ini mah maen pingpong. Uda pengen nyeletuk, "Tahu Tangerang gak???" Pusing dah! Muter-muter kagak ketemu :(

Uda ah, konsen ke majalah aja. Baru tahu ternyata Dubai is not the capital of the United Arab Emirates or UAE, melainkan Abu Dhabi.

"You pakai apa?" Suara dari sebelah kembali membuyarkan konsentrasi.

"Jempol."

"Jempol? Apa itu?"

Si muda terkikik. "Ini, kartu jempol kalau sms ke luar cuma tiga ratus, kalau sms dalam negeri cuma seratus. Kalau bebas sms dalam negeri tiga ratus, better call lebih murah."

Bener gak sih?? Info akurat or.... Tapi emang kan yang terakhir sukanya putus nyambung, putus nyambung...

Si Ibu ngeluarin hape-nya. Nokia. Masih mengkilat. "You pakai apa?"

Si muda ngeluarin hape-nya. Nokia juga. Beda model. "Beli harga berapa?"

"Tiga ratus lima puluh."

"I punya cuma tiga ratus sahaja."

Pramugari muncul membagikan kartu imigrasi. Ini dia nih pemborosan. Masa bagi-bagi kartu imigrasi lagi ama orang Indonesia. Waktu mau ninggalin Indonesia kan uda dikasi kartu imigrasi. Sepotong disetor ke imigrasi, sepotong lagi mesti disimpen n disetor kembali waktu masuk kembali ke Indonesia. Sekarang dikasi kartu baru, nyuruh isi dua bagian, keberangkatan n kedatangan, buntut-buntutnya juga ntar di imigrasi kartu itu ditolak n berakhir di tong sampah. Birokrasi gak jelas. Btw, disuruh isi, isi ajalah.....(_ _)"

Pramugari bertanya, "Indonesia? Malaysia?"

Tiga-tiganya Indonesia. Selesai ambil kartu, lanjutin baca majalah. Sampe mana tadi? Oh ya, Abu Dhabi. Kartunya ntar aja diisi. Baru baca beberapa menit, rasanya ada yang merhatiin. Nengok. Ternyata si muda n si ibu nyuri-nyuri pandang berulang-ulang. Waaaaaa..... Ada apa nih? Gak mungkin karena faktor cakep kan? Orang kita sama-sama sejenis kok... (Jadi ingat Jiwa oh Jiwa....wakakakakak)

Lanjutin baca lagi ah... Ada liputan Michael Buble' dengan kalimatnya yang keren. Catat gih, ntar bisa masukin ke pesbuk. Kan uda lama gak nulis status. Ambil notes, pulpen, catat. Udah. Sekalian deh ngisi kartu imigrasi konyol itu. Oh... Jadi nyadar. Mungkin si Ibu n si muda itu mau minjem pulpen buat nulis, jadi liat-liat mulu... Abis selesai ngisi, tiba-tiba ada paspor n kartu imigrasi disodorin dari samping.

"Tolong isi. Saya tak tahu. Terima kasih."

Waduh!

Nama: Siti. Tahun lahir: 1988. Glek! Muda kali... Tapi tampangnya uda tiga puluhan... Tadi katanya, anaknya udah dua. Satu umur lima belas, yang satu lagi umur sebelas. Loh.... Dua puluh dua dikurang lima belas??? Kagak nyambung nih! Masa umur tujuh tahun uda ngelahirin anak? Waaaaaaaa.... Bisa masuk MURI!!! Emang umur segitu uda bisa reproduksi? Hmmm... (mesti nanya Dokter Imelda). Pasti ada yang salah. Nanya langsung ke orangnya aja kali ya? Gak ah, ntar ketahuan nyuri denger....hehehehe...

Uda beres, balikin ke mbak 22. Dia senyam-senyum ngucapin terima kasih. Sama-sama... Ambil pulpen lagi. Nulis aja deh, kayaknya seru nih bikin cerita dengan judul: Sepotong Kisah Di Langit. Kan kata ibu kost, judul cerita mesti menarik...^^

Mulai dari mana nih?

Ada yang nyuil dari samping.

"Ya?"

Pasport n kartu imigrasi disodorkan. Kali ini si Ibu. Waaaaaaa... Lama-lama bisa jadi pegawai imigrasi nih...

"Tolong dicek, benar tak borang ini."

Bener, kan? Memang dari wajah aja kepercayaan bisa didapat...hahaha (geer mode on). Baca. Loh, masih banyak kotak-kotak yng dikosongin. Dari atas aja deh bacanya.

Nama: Wasidah. Tempat tanggal lahir: 01 06 1973. No pasport: Jawa Tengah... Loh, kamsud-nya??? Wah, yang ini parah. Kalau sampe di bagian imigrasi jangan-jangan dikarantina...

"Ini salah isi. Mesti ganti kartu."

Si Ibu langsung panik, "Waduh..."

"Minta aja lagi sama pramugari."

Si Ibu memandang bolak-balik ke depan n ke samping. "Jadi bagaimana?"

Tarik napas... "Minta aja lagi ama dia," sambil nunjuk ke pramugari.

Masih ekspresi panik n tak percaya diri. Kayak tampang orang yang abis bikin salah n mau diproses hukum. Oalah...

"Gratis kok. Minta aja lagi yang baru. Mereka punya banyak."

Akhirnya dipanggil juga si pramugari cantik yang tanpa bertanya langsung memberikan kartu baru.

"Kakak, tolong isi..."

Ya amplop! First, Kakak?. Plis deh... Tadi, taon kelahirannya tujuh tiga, kan? Second, ngisi lageeee???

"Ibu gak bisa baca?" Mata membulat, suara agak kesel.

Wajah si Ibu berubah, campuran malu n kaget ditodong pertanyaan itu.

"Bisa..." suaranya mengecil, "tapi..." dia lalu menggeleng.

Nah, kira-kira apa maksudnya? Bisa atau gak? Hhhhh.... Ya sudahlah, itung-itung bantuin orang...

Isi lagi, Nama....bla...bla...bla...

Ada yang nyenggol. Wah, jangan lagi deh! Udah parnod duluan... Pasport ijo n kartu imigrasi lagi? Nengok gak? Nengok gak? Aaaaaaaaa....

Si Mbak 22 tersenyum manis, "Kakak mau minum apa? Saya bayar."

Waaaaaaa.... Jadi terharu. Hiks... Mau dibayarin minum, Coy! Ternyata baek juga.

"Jangan Mbak, saya gak mau minum."

Uda selesai ngisi, si Ibu kabur ke toilet. Sisa si Mbak 22.

"Kakak... Kakak..."

Noleh.

"Kakak cuti ke Jakarta? Atau mau ke mana?"

"Bukan. Saya tinggal Jakarta."

"Oh... Saya kira orang Malaysia."

Mesem! Dari tadi ngomong uda pake logat Jakarta, pake 'gak' bukan 'tak', masa masih gak jelas juga. Jangan-jangan penilaian Indonesia/ Malaysia-nya berdasarkan besar mata, kalo sipit... (mulai sensi). Grrrrrrrrrrr...

"Kakak cuti ke Malaysia? First time?"

"Suami saya orang Malaysia."

Si Ibu kembali. Si Mbak 22 bisik-bisik ke si Ibu, gosipin soal suami Malaysia. Pura-pura gak denger...

Pengumuman mendarat sebentar lagi. Syukurlah! Waktunya beresin barang-barang n...

THE END

Photo Link: www.google.com

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya