Selasa, 21 Desember 2010

Sepotong Rindu Untukmu...


Belakangan ini aku sering tertinggal dengan sang waktu. Tak lagi melihat wajahnya dengan jelas. Seperti hari ini, ketika aku tiba-tiba teringat padamu. Dan saat aku menoleh pada sang waktu, aku tersadar. Besok...

Selama ini aku telah meninggalkan semua ingatan tentangmu di belakang sana. Dan kudirikan sebuah tembok yang tinggi, agar aku tak bisa melihatmu lagi. Bila sepotong ingatanku masih juga berkeras menoleh, aku katakan padanya, sudah tak perlu kau pikirkan lagi...

Ya, waktu dan jarak telah membawa dirimu jauh. Tak terjangkau lagi olehku. Meski terkadang rasanya tak pernah ingin diri ini menjangkaumu lagi. Bukan karena aku telah kehilangan rasa itu. Tidak. Hanya saja terlalu banyak rasa sakit di sini. Rasa sakit yang tak ingin kuulang lagi, menyayat dan merobekkan hati. Karena kau tak pernah bisa kugapai meski jarak hanya setipis benang...

Menyedihkan memang... Yah, setelah tahun berganti tahun, aku masih juga menangis ketika memikirkanmu. Memikirkan semua yang terjadi di antara kita. Masih terus bertanya pada diri sendiri, apa yang salah? Mengapa niat hati tak pernah cukup? Mengapa kata cinta itu sendiri tak pernah bisa menunjukkan wajahnya saat kita bersama? Bahkan masih ada sepotong rasa bersalah yang tertanam di sini, tak pernah bisa kucabut dan kubuang. Mungkin aku tak pernah cukup baik untukmu...

Tapi saat itu aku sendiri tak tahu bagaimana caranya agar bisa membuatmu mencintaiku. Mungkin aku terlalu bodoh. Tapi hingga kini pun, aku masih tetap tak juga mampu menyibak misteri tentangmu. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berjalan meninggalkanmu dan membawa pergi hatiku yang compang-camping ini.

Aku sering mencoba membayangkan bagaimana rasanya bila tangan kita menyatu dalam genggaman erat. Mungkin akan ada rasa hangat mengalir darimu, menghangatkan hatiku yang terkadang rapuh ini. Atau mungkin genggaman itu akan menguatkan langkahku yang masih sering terseok-seok ini. Tapi sayang, bayangan itu tak pernah mampu menjadi utuh di sini.

Tahukah kau, ada banyak malam ketika aku meringkuk sedih, berharap kau datang, bertanya padaku, ada apa? Atau sekedar mengusap kepalaku dan berbisik, semua akan baik-baik saja. Tahukah kau, ada banyak saat di mana aku begitu berharap kau memelukku dengan erat dan membuatku merasa dicintai olehmu? Seandainya kau tahu...

Aku selalu merasa tak pernah menjadi sempurna di matamu, di antara mereka. Dan seringkali aku berharap melihat kilat bangga di matamu untukku, seperti saat kau melihat mereka. Dan ketika hanya keluhan dan kritikan yang kau hadiahkan padaku, terpuruk aku dalam rasa diri yang tak pernah cukup pantas untuk ada di sisimu.

Dan di sini aku kini, berdiri sendiri pada kakiku yang telah cukup kuat. Namun tak pernah hilang jejak dirimu dari setiap inci tubuhku. Juga dari setiap detik hidupku. Masih ada rasa sedih dan penyesalan yang sama. Juga masih ada kerinduan yang sama. Tak pernah pudar. Tak pernah bisa hilang. Meski terkadang aku ingin mengingkarinya, memalingkan wajahku darinya dan darimu, tetap, kau tak akan pernah bisa tergantikan.

Esok adalah harimu. Ingin kuucapkan selamat untukmu. Kutiupkan kerinduan dan doaku untukmu di sana, dari hatiku yang terdalam. Semoga kau selalu diberkati oleh-Nya di sepanjang hidupmu...

Photo Link: http://www.google.co.id

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya