Sabtu, 25 Juli 2009

Menjadi Seorang Penulis...


Aku mulai menulis belasan tahun yang lalu. Dari iseng-iseng corat-coret, kemudian menjadi kesenangan. Dan akhirnya menjadi tambahan uang saku bagiku, setelah karya-karyaku diterbitkan di majalah-majalah dan mendapat honor.

Orang-orang di sekitarku mulai menyanjungku. Aku senang. Dan lebih senang lagi akan honor yang kudapat, maklumlah dulu uang jajanku tidak seberapa. Tanpa aku sadari, rasa senang bisa menulis pelan-pelan tergeser oleh kedua rasa baru tersebut. Popularitas dan uang. Keduanya menjadi lebih penting dan lebih berarti bagiku.

Waktu berjalan dengan cepat. Entah berapa tahun kemudian aku akhirnya berhenti menulis. Mengapa? Aku merasa putus asa. Aku merasa menemukan jalan buntu. Karena keinginanku telah berubah jauh. Dan apa yang aku harapkan dan inginkan tak pernah datang. Aku ingin menjadi penulis sebenarnya. Dikenal masyarakat luas, punya nama, punya buku dan juga punya penghasilan yang bagus dari tulisan-tulisanku. Honor-honor yang kuterima dulu menjadi tidak terlalu berarti lagi bagiku. Dan kegiatan menulis itu sendiri tidak lagi menjadi yang terpenting bagiku. Kesenangan kecil dan alami itu entah hilang ke mana.

Aku bahkan tidak pernah merasa menjadi seorang penulis. Aku malu mengatakan, "aku seorang penulis." Rasanya belum pantas, tanpa sebuah buku untuk dipamerkan.

Belakangan ini aku baru disadarkan akan arti kata penulis itu sendiri.

Kemarin ketika menemani seorang teman, temanku itu mengenalkanku pada koleganya dengan berkata, "Dia seorang penulis." Aku tertegun, menatap temanku itu dengan tatapan tak percaya. Aku? Penulis? Rasa bangga menyusupi hatiku. Juga rasa geli. Ternyata tak perlu sebuah buku untuk dipamerkan untuk mengakui dirimu seorang penulis...

Ini dilema.

Banyak orang yang awalnya suka menulis dan pada akhirnya memiliki impian menjadi seorang penulis, kemudian berangan-angan menciptakan karya hebat, dengan harapan karya tersebut bisa dibukukan dan bisa meledak di pasaran. Dan kemudian nama mereka bisa langsung melambung dan terkenal di mana-mana. Juga dengan begitu, mereka bisa mendapatkan income luar biasa dari sana. Kata temanku, demam Harry Potter. Tahu maksudnya? Banyak orang berkhayal bisa menulis sebuah buku yang booming seperti Harry Potter.

Impian setinggi bintang di langit, itu bagus. Tapi itukah inti dari menjadi seorang penulis? Nama? Uang? Popularitas?

Aku pun dulu seperti itu. Sampai suatu hari seorang teman berkata padaku, "Menulislah terus tanpa henti." Dan ketika aku menyatakan keinginanku untuk membuat buku, dia bertanya, "Siapa yang mau membeli bukumu?" Pertanyaan itu seketika menamparku. Aku tahu temanku itu tidak bermaksud merendahkan kemampuanku, tapi dia hanya ingin membuka mataku pada kenyataan. Kenyataan bahwa tulisanku belum dikenal orang-orang.Benar, siapa yang mau membeli bukuku? Maukah kau??

Kerjakanlah dengan hati...

Itu pesan yang masih terngiang-ngiang sampai hari ini. Kerjakanlah apa yang kau sukai, tapi selalu kerjakanlah dengan hati.

Aku akhirnya sadar akan awal penulisanku dulu. Aku menulis karena aku suka menulis. Aku senang bisa menuangkan perasaan, pikiran dan ide-ideku. Lalu itu berkembang menjadi aku ingin jadi penulis besar. Dan berubah bentuk menjadi aku harus punya buku best seller, punya nama, uang dan dikenal orang-orang.

Satu potongan penting hilang di dalamnya. Awal yang murni. Yang dikerjakan dengan hati.

Kenyataannya, banyak penulis yang terkenal namun hidup dan penghasilannya pas-pasan saja. Kenyataannya, banyak orang yang punya buku tapi tidak terkenal dan tidak punya uang. Kenyataannya, untuk membuat sebuah buku tidaklah sulit, yang sulit adalah bagaimana membuatnya diterima di masyarakat dan mau dibeli masyarakat.

Ada memang penulis yang sekali menulis dan langsung terkenal dan meraup keuntungan besar. Contoh? J.K.Rowling. Kalau di Indonesia, mungkin Andrea Hirata? Pertanyaannya, bila ternyata menulis itu tidak bisa membuatmu menjadi kaya dan terkenal, maukah kau terus menulis?

Menulis itu adalah skill. Harus terus diasah dan dilatih. Dengan pelatihan yang berulangkali, seseorang akan memiliki cara penulisan yang lebih baik. Dan untuk menciptakan sebuah maha karya, butuh skill yang bagus, di samping ide/imajinasi tentunya. Banyak orang yang lupa akan hal tersebut.

Dan bagiku semua itu berurutan prosesnya. Kau harus melakukan dengan sepenuh hati apa yang kau kerjakan baru dapat menghasilkan sesuatu yang bagus. Dan ketika kau menghasilkan karya yang benar-benar bagus, tanpa dimintapun, penghargaan itu akan datang dengan sendirinya. Dan materi serta popularitas itu akan menyusul di belakang, tetapi semestinya itu tidak menjadi bagian yang terpenting. Semestinya jangan membuatmu lupa akan kemurnian awal proses itu sendiri.

Bagiku kini, menulis adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan. Lebih menyenangkan lagi ketika aku punya tempat untuk memperlihatkan tulisanku dan berbagi kepada orang-orang. Dan punya teman-teman yang memiliki kesenangan yang sama. Tak peduli aku tak punya buku, tak peduli aku tak mendapatkan uang dari sini. Yang penting aku bisa menulis. Dan aku juga seorang penulis. Tak peduli aku hanya penulis teri. Dan selama aku masih bisa menulis, aku akan tetap menulis dan menulis apa saja.

Kalau pun suatu hari nanti aku akhirnya punya buku sendiri, aku ingin tetap menjadi penulis karena aku memang suka menulis. Bukan karena nama, popularitas ataupun materi yang bisa dihasilkan dari kegiatan ini. Mungkin itu yang disebut idealisme. Dan semoga aku tak akan lupa akan itu sampai kapan pun atau di mana pun aku berada.

Jadi teman, mengapa kau menulis?


Selasa, 21 Juli 2009

Untukmu...

Semalam, aku berpikir tentangmu.

Hari ini aku bangun dan menemukan doa-mu di sana. Doa yang sarat akan jeritan hati dan sisa-sisa harapan.

Aku tahu rasa itu. Aku pernah memiliki rasa yang sama. Rasa yang membelenggu, membuatku susah bernapas dan menghisap habis sisa-sisa tenaga dan harapan yang ada. Pasti sulit untukmu melewati detik demi detik yang ada. Berjuang untuk sesuatu yang kau sendiri tak tahu, berjalan ke arah yang kau sendiri tak lihat. Tapi tanganmu terus berusaha menggapai ke atas, berharap Dia selalu menuntunmu, mengarahkanmu ke arah yang benar. Dan suatu hari nanti bisa sampai ke tujuan yang sebenarnya.

Seandainya aku punya kuasa mengubah yang gelap menjadi terang, akan kukirimkan cahaya itu untukmu sekarang juga. Biar sinarnya membuat segalanya jelas bagimu. Hingga langkahmu pasti dan tujuan itu terlihat dari sini.

Pernahkah aku bercerita padamu asalnya gelap? Dia adalah bagian dari terang juga. Terang-lah yang menciptakannya, untuk mengenal dan merasakan kembali dirinya sendiri. Karena dengan adanya gelap, terang baru dapat melihat dirinya yang seutuhnya, terangnya, yang memberikan cahaya ketika kegelapan datang.

Terang itu akan datang. Pasti. Kau hanya harus menunggunya dalam iman-mu. Jangan pernah meragukan itu. Karena aku sangat mengenal-nya. Ia selalu datang pada waktunya, tak pernah membiarkan kegelapan menghancurkan siapa saja yang percaya kepadanya.

Hidup ini memang susah untuk dimengerti. Kadang membuat kita jungkir balik. Menyiksa dengan segala cara yang paling kejam. Dan seakan-akan tak punya belas kasihan yang tersisa. Memaksa kita untuk berputus asa padanya dan berpikir apakah harus membuat pilihan untuk berhenti. Tapi di saat lain, ia menawarkan begitu banyak bahagia dan kesenangan. Yang bagai candu, kadang membuat kita lupa diri, melayang tinggi ke awang-awang, tak ingin menjejak kaki lagi pada apa yang disebut kenyataan.

Tapi aku mencintainya. Mencintai hidup ini. Bukan manisnya, tapi juga pahitnya. Karena hidup inilah yang membentuk aku menjadi aku yang sekarang ini. Dengan segala bekas luka yang tak akan pernah hilang, dengan rasa manis yang tak akan kulupakan. Ada yang menyebut bekas luka itu borok. Tapi aku lebih suka menyebutnya kelam. Kelam yang tak harus kukutuk. Kelam yang membawaku untuk mengerti kebenaran yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin aku mengutuk kelam hidupku, bila hanya dengan melalui kelam itu baru aku bisa tahu apa kebenaran sejati itu? Bukankah harusnya aku berterima kasih padanya? Berterima kasih untuk telah menjatuhkanku dan memberiku pencerahan akan hidup ini?

Siapa dirimu, kau-lah yang paling tahu. Bila ada cinta di hatimu, kau tak semestinya disesali. Masa lalu tidak memiliki hak untuk menyatakan siapa dirimu. Mereka hanyalah pengalaman atas dirimu sendiri. Apapun yang pernah kau lakukan atau lewati, tak akan mengurangi arti dirimu sendiri di mata Tuhan. Juga di mataku. Ingat itu.

Kita bagai sebuah pohon. Lahir dari tunas, bertumbuh besar. Memunculkan ranting-ranting dan cabang. Daun-daun yang hijau serta berbunga pada saatnya. Namun ketika saatnya tiba, daun-daun akan menguning dan jatuh. Bunga-bunga tak lagi mekar, layu. Dan pada saatnya semua daun akan rontok, meninggalkan pohon dalam keadaan telanjang. Apakah itu akhir? Tidak. Daun-daun baru akan bermunculan lagi. Cabang-cabang baru akan tumbuh. Bunga-bunga akan mekar lagi. Kalau saatnya tiba. Hanya ketika saatnya tiba.

Pohon dalam keadaan apapun tidak akan mengurangi nilainya sebagai pohon. Proses itu mesti dilewatinya, karena itulah proses kehidupannya. Kita pun sama. Ada saatnya kita menangis, jatuh terpuruk, berusaha bangun lagi, dan lalu mekar pada saatnya nanti.

Taruhlah iman akan pohonmu. Akan dirimu. Semua ini proses kehidupan.

Ketika kau jatuh, jangan berputus asa. Ini hanya suatu keadaan sementara. Ketika kau bangun dan berdiri kokoh dengan bangganya, jangan terlena. Ini pun hanya sementara. Tidak ada yang abadi. Tidak ada yang kekal. Semua ini harus kau lewati untuk memenuhi kodrat-mu sebagai manusia. Yang perlu kau lakukan hanyalah, berjalanlah terus dengan iman-mu. Berjalanlah... Suatu hari nanti kau akan sampai di tujuan. Aku pun demikian adanya.

Teman, untuk kau tahu. Aku pun sama dengan dirimu. Aku pun punya jeritan hati. Aku pun punya harapan-harapan yang kutiupkan setiap saat ke atas, berharap bisa sampai ke tangan-Nya. Karena itu, genggamlah tanganku, biar kita berjalan bersama di atas panggung yang bernama kehidupan ini. Karena dengan bergandengan, kita akan lebih kuat. Langkah kita akan lebih ringan.

Saat kau jatuh, aku akan membantumu bangkit kembali. Saat kepalamu tertunduk letih, beristirahatlah di pundakku. Aku akan selalu ada di sisimu, karena ini lah arti persahabatan kita. Aku pun sama, akan memintamu selalu menemaniku di langkahku. Meski kau di sana dan aku di sini, tapi kau selalu ada dalam hati, doa dan hidupku.

Selamat Ulang Tahun. God Bless You Always...


Letter to Heaven



Didalam tangisku aku berdoa
Memohon pengampunan untuk dosa-dosaku
Memohon untuk sebuah permulaan yang baru untuk segalanya
Bapa...
Apa yang telah kulakukan sampai harus menjalani ini semua
Terlalu banyak Air Mata...
Membuat mata ini tidak dapat membedakan yang baik dan buruk
Kepedihan ini Bapa membuatku selalu berlinang Air Mata
Dan membuatku selalu kembali terpuruk
Ingin rasanya berhenti berjalan dan kembali kepada-Mu
Tapi bila itu kulakukan
Apa yang akan terjadi dengan orang-orang yang kukasihi
Bapa...
Aku mohon Kekuatan , Ketegaran dan Berkat dari pada-Mu
Bapa...
Bantulah aku dalam menjalani Pengharapan yang baru ini
Aku tak berani dan tak akan pernah mempertanyakan kebijaksanaan-Mu
Aku adalah hamba Mu yang setia.....
Apapun yang terjadi Bapa, hatiku selalu untuk-Mu .
Untuk semua permohonanku pada-Mu ,
Aku percaya Kau akan menjadikan segala sesuatunya indah .
Terima kasih Bapa atas segala berkat-Mu selama ini .

From :Servant of Servants of the LORD

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya