Selasa, 21 Juli 2009

Untukmu...

Semalam, aku berpikir tentangmu.

Hari ini aku bangun dan menemukan doa-mu di sana. Doa yang sarat akan jeritan hati dan sisa-sisa harapan.

Aku tahu rasa itu. Aku pernah memiliki rasa yang sama. Rasa yang membelenggu, membuatku susah bernapas dan menghisap habis sisa-sisa tenaga dan harapan yang ada. Pasti sulit untukmu melewati detik demi detik yang ada. Berjuang untuk sesuatu yang kau sendiri tak tahu, berjalan ke arah yang kau sendiri tak lihat. Tapi tanganmu terus berusaha menggapai ke atas, berharap Dia selalu menuntunmu, mengarahkanmu ke arah yang benar. Dan suatu hari nanti bisa sampai ke tujuan yang sebenarnya.

Seandainya aku punya kuasa mengubah yang gelap menjadi terang, akan kukirimkan cahaya itu untukmu sekarang juga. Biar sinarnya membuat segalanya jelas bagimu. Hingga langkahmu pasti dan tujuan itu terlihat dari sini.

Pernahkah aku bercerita padamu asalnya gelap? Dia adalah bagian dari terang juga. Terang-lah yang menciptakannya, untuk mengenal dan merasakan kembali dirinya sendiri. Karena dengan adanya gelap, terang baru dapat melihat dirinya yang seutuhnya, terangnya, yang memberikan cahaya ketika kegelapan datang.

Terang itu akan datang. Pasti. Kau hanya harus menunggunya dalam iman-mu. Jangan pernah meragukan itu. Karena aku sangat mengenal-nya. Ia selalu datang pada waktunya, tak pernah membiarkan kegelapan menghancurkan siapa saja yang percaya kepadanya.

Hidup ini memang susah untuk dimengerti. Kadang membuat kita jungkir balik. Menyiksa dengan segala cara yang paling kejam. Dan seakan-akan tak punya belas kasihan yang tersisa. Memaksa kita untuk berputus asa padanya dan berpikir apakah harus membuat pilihan untuk berhenti. Tapi di saat lain, ia menawarkan begitu banyak bahagia dan kesenangan. Yang bagai candu, kadang membuat kita lupa diri, melayang tinggi ke awang-awang, tak ingin menjejak kaki lagi pada apa yang disebut kenyataan.

Tapi aku mencintainya. Mencintai hidup ini. Bukan manisnya, tapi juga pahitnya. Karena hidup inilah yang membentuk aku menjadi aku yang sekarang ini. Dengan segala bekas luka yang tak akan pernah hilang, dengan rasa manis yang tak akan kulupakan. Ada yang menyebut bekas luka itu borok. Tapi aku lebih suka menyebutnya kelam. Kelam yang tak harus kukutuk. Kelam yang membawaku untuk mengerti kebenaran yang sesungguhnya. Bagaimana mungkin aku mengutuk kelam hidupku, bila hanya dengan melalui kelam itu baru aku bisa tahu apa kebenaran sejati itu? Bukankah harusnya aku berterima kasih padanya? Berterima kasih untuk telah menjatuhkanku dan memberiku pencerahan akan hidup ini?

Siapa dirimu, kau-lah yang paling tahu. Bila ada cinta di hatimu, kau tak semestinya disesali. Masa lalu tidak memiliki hak untuk menyatakan siapa dirimu. Mereka hanyalah pengalaman atas dirimu sendiri. Apapun yang pernah kau lakukan atau lewati, tak akan mengurangi arti dirimu sendiri di mata Tuhan. Juga di mataku. Ingat itu.

Kita bagai sebuah pohon. Lahir dari tunas, bertumbuh besar. Memunculkan ranting-ranting dan cabang. Daun-daun yang hijau serta berbunga pada saatnya. Namun ketika saatnya tiba, daun-daun akan menguning dan jatuh. Bunga-bunga tak lagi mekar, layu. Dan pada saatnya semua daun akan rontok, meninggalkan pohon dalam keadaan telanjang. Apakah itu akhir? Tidak. Daun-daun baru akan bermunculan lagi. Cabang-cabang baru akan tumbuh. Bunga-bunga akan mekar lagi. Kalau saatnya tiba. Hanya ketika saatnya tiba.

Pohon dalam keadaan apapun tidak akan mengurangi nilainya sebagai pohon. Proses itu mesti dilewatinya, karena itulah proses kehidupannya. Kita pun sama. Ada saatnya kita menangis, jatuh terpuruk, berusaha bangun lagi, dan lalu mekar pada saatnya nanti.

Taruhlah iman akan pohonmu. Akan dirimu. Semua ini proses kehidupan.

Ketika kau jatuh, jangan berputus asa. Ini hanya suatu keadaan sementara. Ketika kau bangun dan berdiri kokoh dengan bangganya, jangan terlena. Ini pun hanya sementara. Tidak ada yang abadi. Tidak ada yang kekal. Semua ini harus kau lewati untuk memenuhi kodrat-mu sebagai manusia. Yang perlu kau lakukan hanyalah, berjalanlah terus dengan iman-mu. Berjalanlah... Suatu hari nanti kau akan sampai di tujuan. Aku pun demikian adanya.

Teman, untuk kau tahu. Aku pun sama dengan dirimu. Aku pun punya jeritan hati. Aku pun punya harapan-harapan yang kutiupkan setiap saat ke atas, berharap bisa sampai ke tangan-Nya. Karena itu, genggamlah tanganku, biar kita berjalan bersama di atas panggung yang bernama kehidupan ini. Karena dengan bergandengan, kita akan lebih kuat. Langkah kita akan lebih ringan.

Saat kau jatuh, aku akan membantumu bangkit kembali. Saat kepalamu tertunduk letih, beristirahatlah di pundakku. Aku akan selalu ada di sisimu, karena ini lah arti persahabatan kita. Aku pun sama, akan memintamu selalu menemaniku di langkahku. Meski kau di sana dan aku di sini, tapi kau selalu ada dalam hati, doa dan hidupku.

Selamat Ulang Tahun. God Bless You Always...


2 komentar:

  1. God create us all beautiful. So, thanks to you to see my beauty...hehehe ;-p

    BalasHapus

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya