Minggu, 22 Agustus 2010

Bingkisan Yang Bernama Hidup...


Hidup ini mungkin bisa diibaratkan sebagai bingkisan-bingkisan yang dikirimkan untukmu. Ada bingkisan yang berisi tetesan airmata dan ada bingkisan yang berisi senyum dan tawa. Terkadang ketika kau membukanya, kau akan menemukan indahnya bahagia di sana untukmu. Tapi terkadang pula kau hanya menemukan airmatamu di sana. Lalu seringkali kau berpikir untuk menyimpan bingkisan itu, karena rasa sayangmu padanya. Akan manis rasanya. Tapi terkadang pula kau ingin membuangnya, karena tak ingin mengingat tetesan airmata yang telah kau jatuhkan. Tapi selamanya bingkisan-bingkisan itu akan selalu menjadi bagian dari dirimu. Yang tak akan pernah bisa kau lenyapkan atau hadirkan nyata selamanya. Karena waktu terus bergulir, tak pernah mengijinkanmu untuk menghentikannya. Tak peduli betapa besar cintamu padanya atau berapa besar kebencianmu untuknya.

Di sini, aku telah membuka sebagian dari bingkisan-bingkisanku. Dan di sini aku tengah mengenang semua waktu yang telah berlalu. Yang sebagian ingin kubuang dan sebagian lagi ingin kusimpan selamanya. Tapi bukankah tak ada yang abadi? Bukankah kita harus belajar untuk tidak memeluk terlalu erat dan tidak meronta melepaskan sesuatu sebelum waktunya tiba? Bukankah ada masa untuk segalanya?

Ada yang berkata, tertawalah ketika kau menangis. Tertawakan tangisanmu. Mungkin dengan begitu, tawa itu akan membuat tangisanmu menjauh pergi, bukan merajai hatimu. Dan ketika kau bahagia, menangislah. Mungkin dengan begitu, tangisan itu akan membuatmu merasakan syukur yang dalam karena kau masih bisa rasakan bahagia sekali lagi.

Masih banyak bingkisan yang menungguku, yang harus kubuka. Tapi, biarkanlah aku tertawa saat ini, karena aku baru saja membuka bingkisan yang berisi airmata. Biarkan tetesan-tetesan airmataku ini menguap dalam tawaku...


Photo Link: http://www.google.co.id

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya