Sabtu, 20 Maret 2010

Kau...


Di suatu masa yang lalu, kau mengisi hatiku. Berada di sana, memporakporandakan suasana hatiku. Meniupkan banyak harap dan bahagia. Namun hanya kosong ketika coba kuraih dan kudekap. Aku terpaku. Kebingungan. Tak mengerti. Tak yakin. Salahkah aku?

Dan kemudian di suatu masa lain yang lalu, kau mengisi pikiran dan anganku. Ketika hanya bayangmu yang tertinggal dengan kenangan yang tak bisa jua lepas. Bukannya semakin mengabur dan akhirnya hilang, malah semakin jelas dan mengikat erat diri dengan rindu yang membuatku tak mampu bernapas. Aku menangis. Berharap. Bertanya. Berdoa. Mencoba mengirimkan pesan rinduku pada angin malam. Akankah kau mendengarnya?

Kini, di sini, saat ini, kau hadir kembali. Utuh, sosokmu, bukan bayangmu saja. Begitu nyata, bisa kuraih. Begitu mudah, tinggal seujung jari. Namun aku pangling. Kau? Kaukah itu? Yang dulu memporakporandakan hatiku? Yang pernah meniupkan bahagia dan harap kosong yang menghadirkan nelangsa? Yang pernah meninggalkan bayangan yang meraja di pikiran dan anganku? Yang aku rindukan selama jutaan detik yang telah berlalu? Mengapa aku serasa tak mengenalimu lagi? Aku bingung. Aku gundah. Aku tak mengerti. Terlalu bodohkah aku?

Dan ketika kau meniupkan harap, menawarkan bahagia untukku, yang dulu begitu kuimpikan, aku tertegun... Bukankah dulu aku pernah merana berharap bahagia itu bisa menjadi milikku? Namun hanya hampa dan bayang tak nyata yang menjadi teman rinduku kala itu. Kini kau tawarkan asa dan bahagia itu, seakan aku masih bisa tersenyum dan bermimpi. Tidakkah kau sadari masa ini bukan milikmu dan milikku lagi? Tidakkah kau sadari semua sudah begitu terlambat untuk bisa jadi nyata?

Kau, selamanya hanya sepotong kisah indah yang telah berakhir.
Kau, selamanya hanya pernah menjadi rindu yang pernah bernapas dalam anganku.
Kau, selamanya tak pernah sungguh bisa menjadi bahagia nyataku.
Karena waktu telah berlari menjauh...
Karena selamanya, waktu tak ingin kembali lagi...

Photo Link:http://images.google.co.id/imglanding?q=too late photo&imgurl

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya