Kamis, 24 Februari 2011

Senandung Sunyi....


Bibirnya terkatup rapat. Telah habis kata. Bahkan rasa pun enggan berbicara lagi. Keberaniannya telah terkoyak, keyakinannya telah sirna. Hilang entah ke mana... Mungkin dia lelah. Mungkin dia telah patah asa, terus menerus hanya mendengar gaung suaranya sendiri. Memantul sia-sia kembali padanya.

Apa lagi yang penting untuk dikatakan? Apa lagi yang perlu untuk diucapkan? Bukankah kata-kata telah kehilangan makna? Bahkan rasa pun kini malu, menyembunyikan wajahnya. Tak mampu lagi ia bersorak dan menari-nari dengan wajah gembira. Ia merasa bak seorang aktor tanpa penonton. Di atas panggung megah berlawan dengan kursi kosong yang tak pernah terisi.

Lalu satu persatu pintu dikuncinya dengan rapat. Dikuburnya kunci-kunci itu jauh ke dalam. Berharap dengan tak melihatnya, ia akan lupa. Berharap pintu-pintu yang tertutup itu akan memutuskan semua ingatannya akan mimpi-mimpinya yang patah.

Dipejamkannya matanya. Tubuhnya menggigil, terangkul erat oleh sepi. Dibisikkannya sebuah pinta. Seandainya saja bisa, semua menghilang begitu saja saat mata kembali terbuka. Dan ada wajah dunia yang baru muncul di hadapannya. Yang punya warna, bukan hanya kelam. Yang hangat, tanpa dingin sepi...

Dan saat dibukanya kembali matanya, napasnya tertahan... Terdengar olehnya sebuah senandung lirih yang menyayat hatinya. Wajah sunyi tersenyum padanya, bersenandung dengan bahagia. Perlahan airmatanya menetes. Di sana, sendiri dalam kegelapan ia menikmati senandung sunyinya...


Photo Link: www.google.com

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya