Sabtu, 31 Juli 2010

Terbang Pergi...

Aku bertanya pada Tuhan, jalan mana? Bukan ingin melepas kewajiban diri, namun suara hati tak terdengar jelas. Lalu mentari kembali terbit, seakan tak pernah lelah. Dan suara itu berkata perlahan, ini titik akhirnya, Sayang...

Jatuh tetes airmata, tertutup sudah pintu hati. Terkunci dengan pasrah. Sudah, akhiri saja. Tak sanggup lagi biarkan tanya dan ragu mengintip. Biarkan kunikmati sedih ini. Tak perlu ada yang mengerti.

Mimpiku telah terbang pergi. Kutatap dirinya untuk terakhir kali dengan senyum perih. Lama sudah ia memohon pembebasan ikatan, yang telah melemahkan sayap-sayapnya. Kasihan dia. Terbelenggu dalam ingin tanpa ketulusan. Menodainya, kehilangan kemurnian.

Dan biarkan aku sekali lagi, mengenang rasa manis itu. Yang pernah jadi milik jiwa. Yang pernah menjadi warna hidup. Yang selamanya menjadi lukisan indah yang tak selesai, karena hasrat yang telah lenyap tak berbekas.

Biarkan aku memberikannya sebuah pelukan selamat tinggal... Selamanya, hanya ada goresan cinta di sini, bukan kebencian, Sayang...

Rabu, 28 Juli 2010

Bagaimana Kubisa Hidup Lagi...


Ingin rasanya kutuliskan sepucuk surat untukmu, wahai kekasih hatiku. Lama sudah kita tidak bertukar kata. Meski raga bersua, tapi tatap selalu tak berpelukan. Begitupun hati yang kini mulai menolak untuk menyenandungkan nada-nada cinta.

Apa yang salah? Tangan-tangan waktukah yang telah menarikmu jauh dariku? Ataukah harap diri yang terbang terlalu tinggi hingga tak mau lagi kembali di sini? Tak pernah mau menurut lagi, bak seorang bocah yang telah melihat dunia bebas. Tak lagi bahagia bermain dalam pekarangan rumahnya.

Bila saja kubisa buka ikatan keangkuhan diri, ratapan hati akan terdengar. Membelah kebisingan dunia. Menceritakan tentang rindu pada kekasih. Akankah dia kembali, menjadi ksatria yang menolong sang puteri? Ataukah memang dia hanya seorang raja yang begitu mencintai singgasananya?

Bila seluruh telah kuberikan dan tak bersisa lagi, bagaimana kubisa hidup lagi?


Photo Link: http://www.google.co.id

Senin, 26 Juli 2010

Kucium Bintang...


Tujuh malam sudah aku duduk di sini. Menanti rembulan menyapaku. Tapi dia tak jua bergeming. Larut dalam bisu. Duniaku pun luruh, sehitam malam...

Kusapa dia dengan cinta yang tersisa. Berharap ada senyum penghiburan lara. Mungkin aku yang tak punya kepekaan. Tuli rasa karena impian yang bersembunyi tak berani menampakkan wajahnya.

Sepi kini menjadi teman tak tampak. Menyatu dalam aliran darah, hidup dalam napas. Bergembira di sana, dalam denyut kehidupan. Senyumnya adalah dukaku. Bahagianya adalah tangisku.

Kerlip cahaya memanggil di kegelapan. Aku terpukau, lupa akan lara. Dan sepi menampakkan wajah tak ramah, tak lagi cinta pada napas dan darahku. Dan dia pun pergi begitu saja, tak sudi lagi menawan diri.

Bintang tersenyum, kirimkan salam dan kalungkan cahaya. Membelai hati, menidurkan lara. Impian mengintip, menampakkan wajahnya untuk pertama kalinya. Begitu cantik berkilau tanpa riasan.

Dan kucium bintang, lupakan rembulan. Sejenak saja, ingin memeluk bahagia di malam ini. Esok? Aku tak tahu. Aku tak peduli...

Photo Link: http://www.google.co.id

Minggu, 25 Juli 2010

Tertelan Bimbang...


Hanya bayang setipis asap
Kala menghilang menyisakan tanya
Kala nyata terbius mimpi
Antara ada dan tiada...

Saat kupeluk erat, rasa mengabur
Saat kulepas, dia datang membelai sukma
Tanya dan harap bermain bersama
Menyiksa jiwa hingga menangis tersedu

Jerat mengikat, mengiris sukma
Hasrat ingin melepas terbalut ragu
Jiwa terbelah, tak lagi utuh
Bak istana megah telah terbelah dua

Malam berwajah pagi
Rembulan menguning
Mentari tak lagi bercahaya
Di manakah aku?

Tuan, siapa aku?
Cermin jiwa telah retak
Bayang diri terpantul kabur
Puteri ataukah hamba hina tak bernilai?

Photo Link: http://www.google.co.id

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya