
Sebatang rokok di tangannya masih menyala. Dihisapnya perlahan. Entah ini sudah batang yang ke berapa. Matanya dari tadi terus menatap lelaki di hadapannya. Lelaki yang sedari tadi terus berbicara tentang hal-hal yang sama sekali tak ingin didengarnya saat itu. Namun ia tetap tinggal dalam diamnya, tak menyanggah atau menghentikannya. Ia hanya menghisap rokoknya, tanpa bisa menikmati setiap hisapan yang ada.
Ia mendengar hatinya mencoba membujuknya. Merayunya untuk membuka mulut dan menumpahkan semua isi hatinya itu. Ia tergoda, ingin sekali menyela lelaki itu. Namun bibirnya tetap terkatup rapat. Ditelannya kembali semua kata yang telah berada di ujung bibirnya, yang telah lama menunggu kesempatan untuk berlari keluar dengan bebas. Tidak. Kebebasan itu bukan miliknya...
Lelaki itu menatapnya, masih berbicara. Sesekali lelaki itu berhenti, bertanya padanya, meminta persetujuan lewat anggukan atau sekedar gumaman. Dan saat mata mereka bertemu, ia mencoba mencari sesuatu di sana. Tapi entahlah, ia tak pernah yakin akan apa yang ditemukannya di sana. Ia takut salah mengartikannya. Ia takut terlalu percaya diri atau terlalu putus asa untuk mengartikan tatapan itu.
Dihisapnya lagi rokok di tangannya yang telah memendek. Dihembuskannya asapnya perlahan. Masih ditatapnya wajah lelaki itu lewat asap tipis di hadapannya. Ditelusurinya perlahan wajah itu. Mata itu. Hidung itu. Dan bibir itu... Tak sadar ia mendesah perlahan. Mengapa begitu sulit untuk menanggalkan keraguan dan membiarkan kejujuran menunjukkan wajahnya?
Jarinya menekan sisa rokok di permukaan asbak. Diputarnya perlahan, hingga semua bara yang ada mati dan lenyap. Berharap seandainya ia pun dapat mematikan bara yang ada di dalam dadanya dan melenyapkannya selamanya. Dan saat itulah ia mendengar hatinya berbisik pelan pada lelaki itu: Sometimes i forget i'm not supposed to love you...
Photo Link: http://www.google.com