Jumat, 26 Maret 2010

Ngalor-ngidul Sebentaaaar Aja...

Mau nulis apa ya?? Hmmm.... Ntar gue pikir dulu... Kalo diibaratkan pikiran itu punya ruang-ruang atau divisi-divisi khusus, kayaknya udah gak ada deh ruang kosong, buat nambah satu pikiran baru lagi... Overload! Iya nih, akhir-akhir ini bener-bener udah mulai ngerasa seperti ngangkut beban berton-ton tiap harinya di kepala. Dari pagi, coba keluarin pikiran-pikiran tentang kerjaan. Tengah hari, udah masuk lagi pikiran-pikiran baru... Malam... waaaaah... Ampun! Kembali overload! So? This is life? Masa? Emang beginilah hidup? Gak ada bentuk laen yang lebih menyenangkan? Oh.. No!

Terus? Ini lagi nungguin supervisor gue nonton secret. Bukan apa-apa, gue hari ini lagi bingung aja mau bahas apa. Lagian dari pagi tadi sampe sore searching produk di internet, mata gue udah berkunang-kunang. Pengennya? Tutup mata kali yee... Nah, orang yang lemes kayak kondisi gue sekarang ini, gimana caranya coba kasih motivasi? Makanya sambil nunggu DVD-nya abis diputer gue malah bengong gak tau mau ngapain. Kan laptop-nya dipake nonton ama dia. Tinggallah compie tua ini yang uda dua bulan kali gak gue buka. Mau ngecek email, eh loading-nya lamaaaaa banget. Malah jadi stress. Iseng-iseng buka blog gue... eh kok gampang ya... (Mungkin emang mau disuruh nulis, setelah absen begitu lama...hehehe).

Back to the topic, nulis apa coba? Cerita cinta? Lagi gak ada inspirasi. Juga lagi ilfil. Nulis tentang kehidupan yang sedih? Lagi hambar nih rasa di hati, apalagi sejak melototin terlalu banyak produk. Kembali lagi soal kerjaan, yang entah kapan akan berakhir... Hussssh! Gak boleh bilang gitu, ntar bener-bener berakhir, gak ada kerjaan dong? Waduh! Iya, kemaren sempat diingetin ama customer gue, kan ceritanya dia nelpon n nanya: Lagi stress? Iya nih, stress... Napa? Kerjaan gak abis2... Jangan ngomong gitu, ntar kamu gak dapat kerjaan malah ngeluh lagi. Dikasi kerjaan banyak ama Tuhan mesti disyukuri. Iya juga sih, Pak. Jadi harus bersyukur ya, Pak? Iyalah... Ya, deh... Ya, wes nanti aja saya telpon lagi kalo uda ga stress. Nanti kamu malah tambah stress kalo saya ganggu sekarang. Dan telepon pun ditutup.

Perasaan belakangan uda gak banyak waktu buat berimajinasi. Lebih banyak di dunia nyata. Makanya kagak pernah nulis lagi. Mau nyuri-nyuri waktu, baru buka blog eh.... Uda ada yang nelpon. Baru mau nulis judul, eh disuruh beresin ini n itu. Sampe nyerah sendiri. Malam hari? Wah, malam hari dengan sisa-sisa energi pun kadang-kadang masih digunain buat kerja. Kerja, kerja, kerja.... Tiba-tiba nyadar, jangan-jangan gue jadi workaholic ya... (Jangan ah!)

Btw, dari tadi mikir n nanya mau nulis apa, ternyata gue uda nulis banyak ya... hahaha... Ngalor-ngidul yang gak jelas. Yah, gak pa-pa lah, sekali-kali ganti gaya menulis. Daripada gak nulis sama sekali kan... ;-p

Eh, ada customer gue datang. Gue cabut dulu nih... Daaaaaaa...

Rabu, 24 Maret 2010

Waktu


Setiap hari kau di sana
Dan aku selalu menatap ke arahmu
Terkadang aku merasa khawatir saat melihatmu
Terkadang aku merasa seperti dikejar sekelompok anjing
Ayo, lari...
Lari yang lebih kencang...

Terkadang saat menatapmu aku menyesalimu
Merasa kau terlalu serius
Harusnya kau bisa berhenti sejenak
Beri aku sedikit kesempatan untuk bernapas lega
Karena rasanya mulai sesak napasku ini
Selalu harus berpacu dengan dirimu

Aku ingin melupakanmu
Ingin rasanya mematikan dirimu
Atau mungkin sekedar tertawa mengejek dirimu
Sesekali menunjukkan padamu bahwa aku bisa juga tak peduli
Namun itu hanya anganku
Yang tak pernah bisa jadi nyata

Akh!
Aku benci padamu
Kebebasanku ini kini kau rampas
Ataukah aku yang merelakannya padamu?
Dengan iming-iming kesuksesan diri?
Mungkin...
Mungkin dirimu tak pernah lebih berdosa daripadaku
Dan salahmu hanya sebuah pembelaan diriku sendiri

Seandainya aku punya mesin yang mampu menghentikanmu
Atau memutarmu kembali berjalan mundur
Atau memaksamu terbang ke depan
Atau berkompromi denganku sesuai dengan kebutuhan diriku
Akh, seandainya saja...
Pasti aku tak akan pernah merasa kekurangan dirimu...

(* di tengah kerjaan yg gak selesai-selesai...)

Photo Link: http://www.google.co.id/imglanding?q=watch photo&imgurl

Minggu, 21 Maret 2010

Diriku Yang Patah...


Bila diibaratkan aku ini sebuah taman, dulu aku adalah sebuah taman kecil, sederhana, polos dan tanpa warna. Lalu pada suatu masa, kau, manusia, datang melihat diriku yang tak merasa indah ini. Namun di matamu, kau mampu melihat keindahan diriku yang memikatmu untuk tinggal. Kau merasakan butiran tanahku di jemarimu, kau hirup udara tamanku dengan wajah berseri. Lalu kau tabur benih-benih di sini, tepat di jantung jiwaku. Setiap hari kau datang, kau siram tamanku dengan penuh cinta dan kesabaran. Lalu perlahan seiring waktu berjalan, tunas-tunas baru bermunculan.

Berapa lama waktu yang telah kau habiskan di sini, dengan diriku? Berapa banyak kesabaran dan harapan yang telah kau tuang pada waktu? Aku tak ingat lagi. Aku lupa menghitung waktu. Karena dengan kehadiranmu di sini, aku terbuai, lupa akan waktu. Karena aku mengira dirimu akan selamanya berada di sini, melihat ke arahku, menabur, menyiram dan selamanya terpikat akan indah diriku. Ya, kau telah membuatku merasa indah dengan cintamu. Kau yang telah menghembuskan napas hidupku.

Taman yang kau cintai ini kemudian berubah menjadi taman yang penuh warna. Bunga-bunga bermacam warna dan bentuk, bermekaran dengan cepat dan riang. Wanginya memenuhi udara, berharap selamanya akan jadi candu dirimu. Agar tak pernah kau berpaling pada taman yang lain.

Tapi kemudian, ada yang berubah. Kau bilang esok tak lagi akan kembali padaku. Kau bilang taman ini tak lagi membuatmu nyaman dan kau tak ingin tinggal lebih lama lagi. Kau bilang cukup sudah waktu yang kau habiskan untuk menyiraminya. Kau bilang, kau tak lagi punya sisa benih baru untuk kau tabur.

Tunggu... Apa yang terjadi? Apa salahku? Apa warna bunga-bungaku tak seindah yang kau harapkan? Apa wangi bunga-bungaku kini telah tercium hambar? Apa indah diriku tak lagi cantik di matamu? Apa yang tak kau sukai? Ubahlah. Aku membebaskan dirimu mengubah apa saja yang tak kau sukai dari taman ini, sesuai dengan keinginanmu. Asalkan kau bahagia. Asalkan kau tak meninggalkanku. Asalkan kau tetap mencintaiku.

Kau menggeleng. Tak ingin berkata lagi. Dan dengan teganya, kau membalikkan tubuhmu, melangkah pergi, meninggalkanku begitu saja.

Tak ada lagi yang menyirami bunga-bunga indahku. Mereka ikut sedih, perlahan menjadi layu dan mengering. Tak ada lagi yang menaburkan benih baru, menggantikan yang telah mengering. Bahkan tanah di sinipun mulai ikut mengeras dan kering. Tak ada lagi keindahan yang tersisa. Tak ada lagi wangi semerbak di udara. Hanya ada taman sederhana yang tampak kusam dan menyedihkan. Mulai mati. Mati tanpa napas kehidupan yang telah ikut kau bawa pergi.

Aku menangis. Bahkan airmataku tak mampu menghidupkan kembali taman ini. Karena airmataku mengandung sakit, kecewa dan sedihku. Bukan lagi air yang mengandung cinta, yang dulu kau tuangkan. Ya, taman ini telah mati. Mati karena tak dicintai lagi.

Aku mencintaimu karena telah menghembuskan napas kehidupan untukku, dulu.
Aku membencimu karena telah mengambil kembali napas kehidupanku, kini.
Haruskah aku tetap mencintaimu kini?
Salahkah bila akhirnya aku membencimu kini?

Biarkan aku sendiri, dengan semua kekosongan dan kesuraman ini. Biarkan aku tutup pintu taman ini rapat-rapat. Terlalu banyak luka dan sampah yang berserakan di sini. Biarkan saja... Biarkan aku meratapi cinta yang telah hilang ini. Sampai habis airmataku. Sampai perihku tak lagi terasa perih. Sampai semua sampah telah kembali tertelan dan menyatu kembali ke bumi. Sampai semua luka sembuh seiring waktu.

Hanya ada satu harapku. Semoga suatu hari nanti, ada yang kembali mengetuk pintu tamanku ini. Manusia baru, manusia lain, dan bukan dirimu lagi. Dan semoga ketika waktu itu tiba, aku telah siap membuka kembali pintu tamanku, dengan keberanian baru, yang kini belum juga aku miliki....

Photo Link: http://images.google.co.id/imglanding?q=withered garden photo&imgurl

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya