
Bila diibaratkan aku ini sebuah taman, dulu aku adalah sebuah taman kecil, sederhana, polos dan tanpa warna. Lalu pada suatu masa, kau, manusia, datang melihat diriku yang tak merasa indah ini. Namun di matamu, kau mampu melihat keindahan diriku yang memikatmu untuk tinggal. Kau merasakan butiran tanahku di jemarimu, kau hirup udara tamanku dengan wajah berseri. Lalu kau tabur benih-benih di sini, tepat di jantung jiwaku. Setiap hari kau datang, kau siram tamanku dengan penuh cinta dan kesabaran. Lalu perlahan seiring waktu berjalan, tunas-tunas baru bermunculan.
Berapa lama waktu yang telah kau habiskan di sini, dengan diriku? Berapa banyak kesabaran dan harapan yang telah kau tuang pada waktu? Aku tak ingat lagi. Aku lupa menghitung waktu. Karena dengan kehadiranmu di sini, aku terbuai, lupa akan waktu. Karena aku mengira dirimu akan selamanya berada di sini, melihat ke arahku, menabur, menyiram dan selamanya terpikat akan indah diriku. Ya, kau telah membuatku merasa indah dengan cintamu. Kau yang telah menghembuskan napas hidupku.
Taman yang kau cintai ini kemudian berubah menjadi taman yang penuh warna. Bunga-bunga bermacam warna dan bentuk, bermekaran dengan cepat dan riang. Wanginya memenuhi udara, berharap selamanya akan jadi candu dirimu. Agar tak pernah kau berpaling pada taman yang lain.
Tapi kemudian, ada yang berubah. Kau bilang esok tak lagi akan kembali padaku. Kau bilang taman ini tak lagi membuatmu nyaman dan kau tak ingin tinggal lebih lama lagi. Kau bilang cukup sudah waktu yang kau habiskan untuk menyiraminya. Kau bilang, kau tak lagi punya sisa benih baru untuk kau tabur.
Tunggu... Apa yang terjadi? Apa salahku? Apa warna bunga-bungaku tak seindah yang kau harapkan? Apa wangi bunga-bungaku kini telah tercium hambar? Apa indah diriku tak lagi cantik di matamu? Apa yang tak kau sukai? Ubahlah. Aku membebaskan dirimu mengubah apa saja yang tak kau sukai dari taman ini, sesuai dengan keinginanmu. Asalkan kau bahagia. Asalkan kau tak meninggalkanku. Asalkan kau tetap mencintaiku.
Kau menggeleng. Tak ingin berkata lagi. Dan dengan teganya, kau membalikkan tubuhmu, melangkah pergi, meninggalkanku begitu saja.
Tak ada lagi yang menyirami bunga-bunga indahku. Mereka ikut sedih, perlahan menjadi layu dan mengering. Tak ada lagi yang menaburkan benih baru, menggantikan yang telah mengering. Bahkan tanah di sinipun mulai ikut mengeras dan kering. Tak ada lagi keindahan yang tersisa. Tak ada lagi wangi semerbak di udara. Hanya ada taman sederhana yang tampak kusam dan menyedihkan. Mulai mati. Mati tanpa napas kehidupan yang telah ikut kau bawa pergi.
Aku menangis. Bahkan airmataku tak mampu menghidupkan kembali taman ini. Karena airmataku mengandung sakit, kecewa dan sedihku. Bukan lagi air yang mengandung cinta, yang dulu kau tuangkan. Ya, taman ini telah mati. Mati karena tak dicintai lagi.
Aku mencintaimu karena telah menghembuskan napas kehidupan untukku, dulu.
Aku membencimu karena telah mengambil kembali napas kehidupanku, kini.
Haruskah aku tetap mencintaimu kini?
Salahkah bila akhirnya aku membencimu kini?
Biarkan aku sendiri, dengan semua kekosongan dan kesuraman ini. Biarkan aku tutup pintu taman ini rapat-rapat. Terlalu banyak luka dan sampah yang berserakan di sini. Biarkan saja... Biarkan aku meratapi cinta yang telah hilang ini. Sampai habis airmataku. Sampai perihku tak lagi terasa perih. Sampai semua sampah telah kembali tertelan dan menyatu kembali ke bumi. Sampai semua luka sembuh seiring waktu.
Hanya ada satu harapku. Semoga suatu hari nanti, ada yang kembali mengetuk pintu tamanku ini. Manusia baru, manusia lain, dan bukan dirimu lagi. Dan semoga ketika waktu itu tiba, aku telah siap membuka kembali pintu tamanku, dengan keberanian baru, yang kini belum juga aku miliki....
Photo Link: http://images.google.co.id/imglanding?q=withered garden photo&imgurl
Tidak ada komentar:
Posting Komentar