Selasa, 22 Juni 2010

Inikah Persimpangan Itu?


Inikah persimpangan itu?

Kau mungkin tak pernah tahu apa yang telah kulewati. Jalan ini tak pernah menjadi mudah bagiku. Meski mungkin terlihat mudah di matamu. Tidak. Aku telah jatuh dan bangun berulangkali dalam usahaku untuk tetap bertahan. Namun perih di luka-lukaku ini tak tertahankan lagi. Meski aku selalu berharap luka-luka itu bisa sembuh dan aku dapat kembali kuat melangkah. Tapi tidak seperti itu adanya.

Kau tak pernah benar-benar ada di sini. Ketika aku butuh sebuah tangan untuk kupegang, hanya udara kosong yang dapat kugapai. Dan ketika langit hidupku begitu gelap dan membuat langkahku gentar, aku berharap ada sebuah pelita yang kau hadirkan di sini. Namun selalu, kembali aku hanya mampu sendiri memaksa diri meredam kegentaran jiwa ini. Memaksa untuk terus melangkah maju. Berharap bisa menemukanmu di depan sana. Mungkin tinggal beberapa langkah lagi. Atau hanya tinggal selangkah lagi...

Namun kau tak pernah ada di sini ataupun di sana. Seperti seorang pemimpi yang tak pernah ingin bangun dari tidurnya, aku pun terus melangkah dan berdendang, menghibur laraku sendiri. Membisikkan kata-kata penghiburan untuk telingaku sendiri. Dan meniupkan doa ke atas sana. Tuhan, tolong pertemukan kami...

Tapi, kakiku terasa begitu lelah kini. Tak mampu kuseret lagi. Meski masih ada sedikit asa yang tertinggal yang bercampur dengan ketidakrelaan untuk melepas impian hati. Tapi aku sungguh tak mampu lagi melangkah. Dan meskipun telah kuhabiskan waktu di sini, merenungkan perjuangan ini, berusaha mengumpulkan kembali semangat yang menyala seperti dulu, tak ada yang berubah. Tak ada yang terjadi. Masih, hanya aku di sini. Sendiri dalam lelahku. Di mana kau? Akankah ada hari di mana kau datang membawa pelita itu dan menggenggam tanganku untuk berjalan bersama?

Penantian ini serasa tak memiliki akhir. Seperti juga jalan ini, seakan tak berujung. Aku tak ingin lagi melangkah. Tak mampu. Jiwaku telah berontak. Meminta sebuah pembebasan untuk memilih jalan yang lain. Jalan yang dinaungi terang. Begitu menggoda. Begitu ingin kulepaskan jiwaku berlari serta mengajak ragaku ikut bersamanya. Meninggalkan jalan berliku ini, tempat kuberharap menemukanmu. Tapi aku masih tak rela. Tak rela melepaskan semua rasa dan asaku tentangmu. Tahukah kau? Rasakah kau apa yang kurasakan ini?

Apa itu bahagia? Bila hati dan jiwa terpenjara pada ikatan janji yang entah kapan menjadi nyata. Bagaimana mungkin bahagia itu bisa kugapai? Dan bila penjara ini kudobrak dengan paksa, akankah kusesali suatu hari nanti? Siapakah yang tahu? Kau? Tapi bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan jawab darimu, sementara dirimu sendiri tak mampu kutemukan di sini.

Inikah persimpangan itu? Bila akhirnya aku melangkah di jalan yang berbeda, akankah kecewa dirimu ketika kau tak menemukanku di sini, setia menunggumu? Bila kulakukan semuanya untuk bahagia diri ini, akankah kau tahu bahwa telah kuhabiskan ribuan malam menantimu di sini? Bahwa akhir seperti ini tak pernah kuinginkan terjadi?

Photo Link: google

4 komentar:

  1. Makasih uda mampir Shafira. Senengnya dapet tamu...hehehe :D

    BalasHapus
  2. Simpang lima ajah berhubung g suka ama angka 5! (*ikut-ikutan sarap mode on...)

    BalasHapus

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya