Selasa, 30 Maret 2010

Cerita Hari Ini

Ada pertemuan di bank P hari ini pukul sebelas, mau membahas masalah kredit yang masih tertunda gara-gara dokumen yang belum jelas. Pagi ini aku bangun dengan semangat baru dan rasa syukur seperti biasanya. Mandi, makan pagi lalu mulai bekerja. Mengatur beberapa kiriman dulu, membuat beberapa laporan dan mengatur kerja untuk anak-anak kantor. Setelah beres, pukul setengah sebelas meluncur ke bank P.

Dalam perjalanan aku mendapat telepon dari bank M, kantor asal di mana aku dulu membuka tabungan. Sudah lama sekali aku tidak ke bank tersebut, sejak pindah kantor baru. Hanya saja tabungan awal tetap tidak ditutup. Si Ibu, teller bank tersebut, yang dulu sering kutemui ketika aku datang berkunjung, masih ingat pada diriku dengan baik. Begitupun denganku, wajah si Ibu langsung terbayang ketika mendengar dia menyebutkan namanya. Si Ibu mengatakan sudah lama mencari-cari aku dan menelepon berulang-ulang, namun tidak bisa menghubungi. Katanya ada souvenir mau diberikan. Wow! Gratisan? Jarang-jarang ada yang membagi gratisan...hehehe... Hati langsung berbunga-bunga.

Lanjut ke bank P. Sampai di bank, aku harus menunggu pihak ketiga yang telat. Paling menyebalkan pekerjaan menunggu itu. Setelah menunggu kurang lebih dua puluh menit, si Bapak akhirnya tiba. Pembicaraan dimulai dan berputar-putar akan masalah yang solusinya ditolak mentah-mentah semua sama si Bapak. Membuat manager bank stress dan aku yang selama itu hanya diam mendengarkan ikut stress akan kekerasan hati si Bapak. Akhir pertemuan, si Manager pergi dengan putus asa dan si Bapak mengeluh tidak senang, menyalahkan pihak bank. Aku? Lebih tidak senang mendengar banyak kata-kata negatif dari mulut si Bapak. Akhirnya aku yang meledak marah setelah bosan mendengar si Bapak berbicara. Dan kuangkat telepon, minta segera dijemput. Si Bapak langsung terdiam dan suasana ruangan jadi kaku. Kabar buruk!

Sebelum meninggalkan bank P, aku hampiri manager yang malah mengungsi ke kursi customer service dan menitipkan pesan bahwa aku tidak akan mengganti bank untuk urusan itu. Kalau memang akhirnya transaksinya tidak disetujui si Bapak, apa boleh buat. Aku minta dibatalkan saja. Anggap saja bukan rejekiku. Meski aku katakan dengan tegas dan tampak baik-baik saja, tapi sebenarnya di dalam hati aku merasa khawatir dan kecewa sekali dengan pertemuan yang tidak berjalan lancar hari ini.

Pulang dari sana suasana hati jadi buruk. Pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan negatif mondar-mandir. Kok, ada orang seperti itu, ya? Sudah diajak bicara baik-baik, eh malah tidak dipercaya. Dikasih solusi, tidak mau mendengar dan menerima. Maunya menang sendiri. Maunya kepentingan dia sendiri yang dipikirkan. Masa pihak bank diminta mengubah kebijakan dan peraturan. Memang itu bank bapaknya??? Lagipula mau bisnis, tapi kepercayaan pada orang lain tidak ada. Padahal sudah menggunakan bank sebagai penengah. Tambah pikir, tambah kesal jadinya.

Sampai di kantor, anak kantor datang, melaporkan bahwa giro sudah diambil dari customer. Namun giro yang seharusnya jatuh tempo tanggal satu April malah dibuka customer tanggal dua April. Wah! Emosi lagi! Tanggal dua kan hari libur, dan besoknya Sabtu. Artinya giro itu baru bisa cair hari Senin, tanggal lima! Benar-benar kelewatan kan orang itu! Sengaja buka giro pada hari yang tidak bisa dicairkan. Segala cara dilakukan untuk menunda pembayaran. Heran! Beda apa bayar hari ini dan besok? Toh harus bayar juga, kan? Bukannya lebih baik bayar lebih cepat? Satu berita buruk lagi mengeruhkan hari ini!

Rasanya semangat dan rasa syukur pagi tadi sudah menguap entah ke mana. Tapi tetap harus kerja. Meski efek kemarahan dan kekesalan malah jadi tumpah ke pekerjaan. Jadi berpikir, ada apa dengan hari ini? Apa salah memilih warna baju jadi aura-nya jadi jelek? Atau memang lagi hari sial untuk hitungan primbon?

Akhirnya melanjutkan pekerjaan lagi, mengecek email. Tiba-tiba melihat ada email masuk dari sebuah organisasi sosial yang memberitahu bahwa tulisanku dimuat di majalah mereka. Thank God! Akhirnya ada kabar baik. Senangnya! Jadi bisa tersenyum sendiri dapat kejutan baik. Sedikit mengusir rasa stress seharian ini. Lalu waktu aku membalas email tersebut, tiba-tiba telepon berdering. Dari bank M lagi. Ibu teller bilang ada ticket dinner dan nonton konser acara TV untuk berdua dari bank tersebut. Mau diberikan padaku. Another suprise??? Nonton konser Anang? Wah, mau sekali! Lagipula kapan lagi bisa dapat tawaran seperti ini? Tiba-tiba diri merasa diberkati sekali.

Singkat cerita, hari ini belum berakhir ketika aku menuliskan cerita ini. Namun hari ini seperti roller coaster. Naik turun dengan cepat. Ada berita baik, ada berita buruk. Ada rasa marah, kesal, kecewa, senang dan gembira serta syukur. Aku sejenak terdiam. Ini, kan yang namanya hidup? Ada sedih ada gembira. Tidak mungkin hanya ada rasa senang terus yang tak berakhir. Dan juga tidak ada rasa tidak senang yang tak akan berakhir.

Jadi ingat ajaran yang pernah kudengarkan saat meditasi dulu mengenai berdiam diri. Katanya, berdiam diri adalah tidak menginginkan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan cepat berlalu dan tidak menginginkan perasaan-perasaan menyenangkan tidak berakhir. Dan itulah yang memang sering terjadi. Aku, kau, kita, sering menginginkan perasaan-perasaan tidak menyenangkan cepat berlalu. Mengutuknya, tidak menyukainya, membencinya hingga membuat kita stress, marah dan mengatakan bahwa hari ini hari yang buruk. Sementara saat kita merasa senang dan bahagia, kita berharap hari itu tidak akan berakhir, kalau bisa abadi selamanya. Seperti harapan sejoli yang sedang dimabuk cinta yang menjanjikan tidak akan berubah selamanya.

Hidup, rasa, keadaan dan bahkan diri kita sendiri, dari waktu ke waktu selalu berubah. Mengalami banyak perubahan. Karena perubahan adalah nadi kehidupan itu sendiri. Ada perubahan barulah ada kehidupan. Kadang terjadi perubahan yang terasa buruk, kadang malah terjadi perubahan ke arah yang baik. Dan begitu juga dengan suasana hati kita. Terkadang kita menjadi kecewa dan marah. Bukan tidak boleh tapi harusnya kita tahu bagaimana untuk cooling down kembali dengan satu keyakinan bahwa tidak ada yang abadi. Bahwa suatu saat keadaan buruk ini akan berlalu. Dan ketika keadaan menyenangkan datang, kita harusnya mengingatkan diri, jangan terlena. Berbahagialah, tersenyumlah, tapi jangan lupa untuk tetap tegar kalau keadaan berbalik kembali. Karena inilah hidup. Hitam dan putih. Terang dan gelap. Baik dan buruk. Tertawa dan menangis. Selama kita hidup, kita akan selalu tetap memiliki dua bagian yang tak terpisahkan itu.

1 komentar:

  1. Betul Angel..hidup ini seringkali ibaratnya Jetcoaster. Bagi yg berhasil menikmatinya..segala tikungan tajam itu laksana area petualang yang mendebarkan. Nice posting.

    BalasHapus

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya