Minggu, 18 Juli 2010

Rasa...


Kau bicara tentang rasa yang sama. Tapi mampukah kau tuangkan rasamu dengan tepat dalam kata-kata? Mampukah kata-kata mewakili seluruh unsur dari rasamu itu, agar aku bisa tahu bahwa rasamu dan rasaku ini memang sama?

Tapi tahukah kau bila rasa itu tak pernah menjadi zat yang padat dan tetap? Ia selalu berubah wujud. Dan bila saat ini matamu melihatnya dalam wujudnya yang sekarang, tahukah kau bila esok mungkin wujud itu tak akan kau temukan lagi di sana? Akankah kau mengerti, ataukah kau akan mengutuknya, merasa telah terperangkap dalam wajah palsunya?

Tak penting apakah rasaku ini, karena akupun tak dapat menaruh seluruh kepercayaan hati padanya. Bukan tak berani. Bukan tak yakin. Bukan. Tapi karena aku begitu mengenalnya. Mengenal rasaku. Rasaku yang selalu berubah wujud dalam hitungan waktu. Karena itulah hakikat dirinya, yang sesungguhnya.

Jadi bila kau tanyakan apakah rasa kita sama, aku tak punya jawabnya. Karena mungkin saat ini mereka, rasaku dan rasamu, menampakkan wajah yang sama. Namun nanti, esok atau lusa, mungkin mereka tampak sama sekali berbeda. Mungkin... Mungkin juga tidak...

Jadi biarlah rasa itu menjadi rasamu. Dan rasa ini menjadi rasaku. Tak perlu kita tanyakan atau bicarakan. Biarlah ia menjadi seperti hakikatnya. Bebas, tak terikat. Karena ikatan hanya akan membuatnya kehilangan kemurnian wajah dan dirinya...

Dan bila memang rasa kita ini sama, biarlah mereka menari bersama untuk saat ini...

Photo Link: http://www.google.co.id

2 komentar:

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya