Selasa, 25 Agustus 2009

Kalau Aku Adalah Dirinya

Kalau aku adalah dirinya...
Akan kunyatakan diriku dalam setiap kata dan sikap. Akan kudobrak kekuasaanmu. Akan kubakar egomu dan kubuang dalam plastik sampah di sudut dapur. Dan akan kuberikan pada anjing tetangga untuk jadi makan siangnya yang mewah.

Kalau aku adalah dirinya...
Aku kutatap wajah sangarmu tanpa takut atau hormat. Karena kehormatan adalah sesuatu yang tidak pantas kau dapatkan. Akan kutegakkan kepala di hadapanmu, biar panas membara mendiami hati dan jiwamu. Biar tidur malam tak lagi jadi senyap untukmu.

Kalau aku adalah dirinya...
Akan kulempar semua makanan di meja ke tong sampah saat kau mengomel tak ada habisnya. Akan kubiarkan pakaian-pakaian baumu menumpuk di keranjang cucian. Biar kau tahu aku ini punya hati. Aku ingin butuh penghargaan.

Kalau aku adalah dirinya...
Akan kutinggalkan kau detik ini juga. Akan kubawa pergi diri dan hatiku ke tempat lain. Biar kau sendiri di rumahmu mati dalam kesepian dan penyesalan tak berkesudahan.

Aku kejam? Bukan, aku punya hati. Kau kejam. Dengan tatapan matamu yang tajam, kau bungkam semua kata yang ada di ujung bibirnya. Dengan kekuasaanmu, kau ikat semua kebebasan dirinya sebagai seorang manusia. Dengan kata-kata kasarmu, kau jatuhkan dirinya ke tempat yang paling tidak berharga dan hina.

Dia tak pernah berani menatapmu di depan orang-orang, katamu tak sopan.
Dia tak berani berbicara sepatah katapun ketika kau bersenda gurau dengan yang lain, kau bilang itu memang sudah seharusnya.
Dia tak berani membela diri ketika benar kau katakan salah, karena kau menuntut kepatuhan total.
Dia selalu menghabiskan seluruh waktu dalam hidupnya untuk melayanimu, karena kau bilang itu memang sudah jadi kewajibannya.

Semalam ketika melihatnya tersenyum padaku, aku biarkan dia berbicara. Dan kau melirik padanya, seakan dia telah melakukan sesuatu yang tidak pantas. Dan dia tahu itu. Namun dia penuh dengan derita yang tak terucapkan. Dia gelisah, ingin memberontak tapi tak berdaya. Akhirnya dia meneguk minumannya dengan cepat dan berulang-ulang. Kau semakin melotot. Dia setengah tahu. Setengah dirinya telah membebaskan diri dari ikatanmu itu. Minuman itu yang membebaskan rasa takutnya. Akhirnya kau menyeretnya dengan kasar dan kata makian. Dia menangis. Kau terlalu!

Tahukah kau dia tersiksa?
Tahukah kau dia terhina?
Tahukah kau dia terluka?

Tangisannya itu untukmu. Dirimu yang tak pernah memberi cinta dan penghargaan padanya. Dirimu yang hanya tahu menuntutnya bersikap dan melakukan semua yang kau pinta seakan-akan dia hanya mesin tak bernyawa. Tangisannya itu untuk dunianya yang bagai penjara tak berwarna. Kelam, kusam, bau dan sempit.

Kau tak tahu apa itu cinta. Yang kau lakukan itu bukan tindakan cinta. Kau menindas, merampas dan memenjarakan dirinya dalam rumah yang kau sebut keluarga. Ketika kau pergi, dia teringat padamu dengan segala permintaan dan aturanmu. Bayang-bayangmu sungguh telah menjadi teror dalam hidupnya, mengikuti setiap langkahnya ke manapun dia pergi. Bahkan menjadi mimpi buruk di malam-malamnya yang pendek. Ketika kau datang, dia menunggumu dengan senyum dan harap. Namun tiap kali dia harus kecewa, menerima semua tumpahan makian, hinaan dan ketidakpuasanmu akan segalanya.

Dia bukan tawanan
Dia bukan peliharaan
Dia bukan kacung
Dia juga bukan tong sampah untuk menampung semua sampah kering dan basah yang kau bawa dari duniamu di luar sana.

Dia isterimu
Harusnya menjadi dewimu
Permaisurimu
Sahabatmu
Cintamu

Sayang aku bukan dirinya
Sayang dia bukan diriku
Karena kalau dia adalah diriku, akan dia tinggalkan semua drama hidup yang kau ciptakan ini. Dia tak pernah suka ceritanya. Dan dia tak akan pernah suka peranan dirinya di dalamnya.

* Sepenggal tulisan tentang isteri yang tertindas, tanpa bermaksud menyinggung harkat dan martabat suami-suami yang baik :-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya