
Bila nurani membisu dan rasa meraja, aku akan bisa menemukanmu di sini. Di sisi menjadi milik diri, bukan angan semata. Akankah ada akhir dari perjuangan batin ini, dengan diri sendiri sebagai lawan? Babak belur diri ini. Berdarah-darah. Pukulanku menjadi sakit dan lukaku sendiri. Hanya demi sebuah rasa. Hanya demi seseorang. Dirimu...
Tak pernah menjadi yakin apakah rasa ini begitu pantas aku perjuangkan. Hanya ketika kau ada di sini, tersentuh oleh jiwa dan raga, akalku menjadi lemah. Tak lagi mampu meneriakkan banyak tanya. Inikah kekuatan cinta? Cintakah ini?
Terkadang seperti seorang diri di dunia ini. Tak berteman. Bahkan dengan diri sendiri. Adakah yang bisa mengerti? Adakah yang akan mengerti? Adakah yang mau mencoba untuk mengerti? Sementara diri pun terkadang masih keras menyangkal. Seakan tak pernah rela melepaskan sedikit iba untuk rasaku.
Berharap kau punya jawab yang pasti. Yang bisa kupegang erat untuk jadi pelita jalan ini. Tak peduli pelita itu tak pernah menjadi seterang adanya pelita. Sungguh, aku tak peduli. Meski sinarnya redup, namun harapku ia tak akan pernah padam. Cukup untukku. Cukup untuk menerangi jalan sempit tak mudah ini. Jalan kecil milikku bersamamu. Karena hanya di jalan ini aku bisa menemukanmu. Dirimu menjadi milikku.
Salahkah aku? Salahkan aku. Tak akan kubela diri. Akan kududuki kursi dakwaan itu dengan kepasrahan. Bila memang ini yang harus kulakukan sebagai penebusan rasa. Rasaku ini yang terpenjara di hati. Yang mungkin selamanya tak akan pernah mendapatkan sayapnya untuk bisa terbang bebas.
Photo Link: http://images.google.co.id/imglanding?q=heart in jail photo&imgurl
Hmmm...begitu menderitanya jika rasa membahana mendesak karsa seluruh raga bak terkunci melekat di tempatnya masing-masing.
BalasHapusSalam
Sesak tak menemukan sebuah celah pun untuk membiarkan udara menghidupkan jiwa... Makasih atas komennya Mba Henny :D
BalasHapus