Senin, 05 April 2010

Tentang Djuna

Namanya Djunaedi. Aku sempat bingung harus memanggilnya apa. Waktu aku bertanya, dia menyuruhku memanggilnya dengan nama Edi. Edi? Hmmm... Kayaknya tidak sesuai dengan tampang. Teman-temannya malah memanggilnya dengan panggilan Suneo (temannya Nobita dalam cerita Doraemon). Alasannya? Mungkin karena wajahnya yang mirip Suneo. Mirip? Sedikit, cuma ini Suneo versi Jawa, bukan Jepang.

Pertama kali bertemu dia, jujur aku tidak terkesan sama sekali. Malah aku sempat berpikir, benar mau diterima bekerja orang ini? Masalahnya, tampangnya itu tidak meyakinkan. Rambutnya kriwil, lebih ke arah acak-acakan. Matanya besar, tapi tidak berani menatap ke arah orang yang mengajaknya bicara. Suaranya? Serak dan tidak jelas. Saat wawancara saja, aku merasa agak kesal dengan sahutannya yang terdengar buru-buru, sebelum mendengar habis apa yang aku katakan. Satu lagi, tampangnya lesu, seperti orang yang tidak cukup gizi dan semangat hidup. Maaf...

By the way, akhirnya Djuna diterima juga bekerja (akhirnya aku memanggilnya Djuna, karena memang rasanya lebih cocok!). Hari pertama dia naik ke lantai dua, mau ke toilet. Ia membungkuk dengan tangan di depan, sikap minta permisi. Dia melihatku lalu menunduk, mengeluarkan suara tak jelas. Aku menatapnya bingung. Begitupun dengan yang lain. Dia mengeluarkan suara tak jelas lagi dengan kikuk (ini pengaruh gugup), membuatku bertanya: apa??? Akhirnya dia menunjuk ke belakang, yang membuat kami semua bergumam: ooooh... Dan meledaklah tawa kami setelah itu. Benar-benar manusia aneh bagiku. Membuat aku semakin ragu dengan keputusan menerima dirinya, karena aku tipe orang yang suka pada orang yang percaya diri.

Aku tidak terlalu memperhatikan cara dia bekerja, soalnya dia bekerja di lantai satu, sementara aku sibuk di lantai dua. Cuma sesekali ketika aku turun, aku selalu menemukan dia sedang mengerjakan ini dan itu dengan serius. Tapi pikirku, biasalah anak baru masih fresh jadi selalu rajin...

Sampai satu hari aku mesti turun langsung ke bawah, mengawasi pekerjaan di lantai satu. Aku melihat Djuna bekerja dengan cepat, lebih cepat dari teman-temannya yang lain. Dan ketika aku mencari sesuatu dan bertanya tanpa menujukan pertanyaanku pada satu orang, si Djuna yang langsung berdiri dan mencari sesuatu itu dan memberikannya padaku. Hmmm... Not bad! Sangat bertolak belakang dengan kesan lesu dari wajah dan tubuhnya yang kurus. Dan seharian itu aku mengamati keseriusannya bekerja. Dia malah mengingatkan teman-teman lainnya untuk bekerja lebih cepat. Bahkan ketika ada yang bermalas-malasan, si Djuna langsung mengambil sekarton barang baru dan meletakkan karton itu di depan si pemalas. Dan ternyata tampang Suneo-nya (galak) bisa keluar juga. Aku sempat mendengar dia mengomeli temannya yang melakukan kesalahan. Padahal saat berhadapan denganku, si Djuna selalu tampak gugup dan pasrah pada nasib, alias tidak punya ketegasan sama sekali.

Suatu hari saat pulang kerja, aku berada di luar, melihat Djuna menyalakan motornya. Suara motornya ampuuuun! Bisa membuat orang-orang se-erte bangun. Ada yang salah di motornya, mengeluarkan suara seperti sapi sedang disembelih. Si Djuna terlihat gelagapan dengan wajah merah padam. Lama dia hanya duduk berjongkok di samping motornya dan memegang motor itu, tampak prihatin seperti tengah menjagai orang sakit. Aku akhirnya bertanya dan mendengarkan cerita motor yang mengalami kecelakaan dan kemudian baru keluar dari bengkel itu dengan keadaan yang tak baik juga. Akhirnya karena iba, aku memberi si Djuna kasbon untuk membawa motornya ke bengkel esok hari. Wajahnya langsung cerah bak langit biru.

Kemarin saat menerima gaji pertamanya, dia tersenyum lebar. Tetap terlihat jelek...hahaha... Maaf... Aku pesan padanya, kerja yang rajin. Dan dia mengiyakan dengan cepat (khas Djuna, yang tidak bisa basa-basi). Tapi kesan pertamaku kini berubah terhadap Djuna. Yang aku lihat kini adalah seseorang yang rajin, jujur dan punya semangat kerja yang tinggi. Walaupun tampangnya masih lesu, juga tubuh kurusnya masih selalu terlihat melengkung, namun bila aku butuh sesuatu, aku yakin dia akan tergopoh-gopoh datang untuk segera membantuku. Membuatku jadi bersyukur akan satu lagi orang baik yang dikirimkan Tuhan untuk membantuku. Terima kasih Tuhan. Dan terima kasih Djuna... ^0^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya