Selasa, 08 Juni 2010

Di Mana Kunci Jiwaku?

Rasanya berat untuk membuka mata. Ada apa? Entah... Jam tidur yang kurang? Tidak juga. Malah belakangan ini tidur selalu menjadi lebih panjang. Hampir setiap hari bangun ketika matahari telah naik tinggi. Tapi tidur tidak juga menjadi pelepas lelah dan beban. Malah selalu rasanya begitu lelah untuk bangun dan menyambut dunia kembali.

Sering terbangun dalam tidur. Berpikir tentang banyak hal. Hal-hal penting yang sebenarnya tidak penting. Ya, terlalu banyak hal tidak penting dalam hidup ini yang terlihat seakan-akan penting atau dibuat menjadi penting. Dan rasanya mulai muak sendiri.

Terlintas di pikiran, apakah tidur ini kini telah menjadi kegiatan untuk melarikan diri dari kehidupan dan dunia? Mungkin. Hanya ingin menutup mata selama mungkin dan tidak mempedulikan apapun, siapa pun. Bahkan diri sendiri, juga pikiran sendiri dan hati ini. Hati yang belakangan ini tak pernah merasa bahagia, mengecil dan merasa terasing.

Walau telah mencoba menghibur hati dengan nyanyian gembira, dengan wajah-wajah ceria, namun tetap saja ia masih merajuk. Dan pikiran ini entah berkelana ke mana, tak pernah mau diam sejenak. Tak mau bersahabat dengan hening. Berlari, berputar, tersesat... Meski saat mata telah menutup, mencoba melupakan semua. Melupakan hati dan pikiran. Tak pernah mampu.

Aku lelah, dan sangat lelah karena tak tahu darimana lelah itu berasal. Aku butuh bicara pada sang Jiwa. Karena dia yang tahu segalanya. Segalanya tentang aku, hatiku dan pikiranku. Mengapa mereka tak bahagia, mengapa mereka tersesat. Dan mengapa energi jiwaku perlahan menghilang. Entah terhisap ke mana dan oleh apa.

Tapi di manakah kunci pintu jiwaku? Hilang? Aku mencari dan mencari. Mengapa tak jua terlihat? Tahukah kau di mana bisa kutemukan? Tolong beritahu padaku. Tolong bantu aku mencarinya. Agar aku bisa membuka pintu itu, masuk ke dalam dan bicara pada jiwaku...

2 komentar:

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya