Kamis, 08 Oktober 2009

Cinta atau Teror...


Ini mulai menggangguku. Mulai membuatku gelisah dan paranoid. Saat aku berjalan keluar dari pintu kelas malamku, kau sudah ada di sana, menungguku dengan senyum. Baru tadi sore aku menemukanmu di parkiran kantor tempatku bekerja. Selalu, dengan senyum yang sama. Harusnya senyum itu bisa memancing senyum. Harusnya senyum bisa membuat bahagia. Namun senyummu mulai membuatku muak...

Maaf... Tidak, sebenarnya aku tak merasa bersalah. Apa salahku? Karena tak mencintaimu? Karena tak menyambut uluran kasihmu? Bukankah cinta itu tak bisa dipaksakan? Kau bilang kau cinta setengah mati padaku. Kau bilang cintamu tak akan pernah berakhir. Awalnya mendengar itu semua aku hanya seperti mendengar lagu cengeng penuh dengan rayuan gombal. Lalu ketika kau mulai sering muncul tiba-tiba, aku mulai sedikit berubah pikiran soal konsep rayuan gombal itu. Sepertinya kau sungguh-sungguh. Lalu ketika kau selalu muncul di manapun aku berada, aku mulai khawatir dan ketakutan. Bagaimana jika cintamu benar-benar tak akan berakhir? Tunggu dulu, ada yang salah di sini...

Apa kalimatku beberapa bulan yang lalu kurang jelas? Aku tak bisa menerima cintamu. Titik. Tidak, belum titik. Aku bilang mau jadi temanmu. Titik. Nah, bagian mana yang tak kau mengerti dalam kalimatku yang begitu sederhana dan transparan itu? Kau bilang cinta bisa dimulai dengan persahabatan. Kau bilang siap menungguku sampai aku mencintaimu. Aku diam saja, bukan karena aku setuju dengan kata-katamu itu. Tapi aku hanya tak ingin melukai hatimu dengan kata-kata yang lebih tajam. Harusnya kau mengerti dari caraku menghindarimu. Dari pesan-pesan singkatmu yang tidak pernah aku balas. Juga dari telepon-teleponmu yang tak pernah kuangkat. Apa rasamu telah mati? Kalau iya, tolong matikan juga rasa cintamu yang tolol itu padaku! Apakah kau telah lupa apa yang dinamakan harga diri?

Benar cinta itu bisa ditanam dan tumbuh. Tapi tanah pun harus siap ditanami barulah benih bisa tumbuh. Kau punya benih cinta, tapi tanah hatiku tak pernah rela untuk menjadi tempat kau tabur benih cintamu. Maaf, bukan maksud menghinamu. Aku tidak mencintaimu itu fakta. Bukan soal kau pantas atau tidak pantas. Masalah hanya tak pernah ada cinta di hatiku untukmu. Meski hatiku ini masih tak bertuan, tapi bukan berarti aku harus melepaskannya pada siapa saja yang menginginkannya. Dan aku tidak merasa itu sebagai sebuah kesalahan. Karena suatu hari nanti akan kulepas hatiku dengan kebebasan penuh pada siapa dia ingin pergi.

Kehadiranmu mulai menggangguku. Setiap hari kau muncul dalam hidupku. Tidak peduli aku berada di mana, kau tahu semua kegiatanku. Secret admire? Bukan kau adalah annoying admire. Ya, kau benar-benar mengganggu. Bahkan kau berani bertingkah ketika kau menemukanku bersama teman priaku. Seakan-akan aku ini milikmu, kekasihmu. Sampai-sampai aku merasa begitu malu di hadapan teman-temanku. Samapai-sampai beberapa dari mereka mulai menghindariku hanya karena merasa tak enak. Mengapa kau malah tidak punya perasaan yang sama?

Tak sadarkah kau akan tekukan di wajahku setiap kali aku melihatmu? Dan ketika aku cepat-cepat melangkah pergi tak menyapamu sama sekali, kau malah terus membuntutiku, memaksaku untuk bersedia kau antar pulang. Sungguh ini sudah keterlaluan. Setiap kali ingin kumaki dirimu, aku menutup rapat-rapat mulutku. Tak ingin menyesal atas kata-kata kasar yang siap kusemburkan. Mengapa? Karena aku masih menghargaimu, menghargai usahamu dan mencoba mengerti ketulusan hatimu padaku.

Tapi sungguh, ini bukan perjuangan cinta yang baik. Berhentilah. Aku tak suka akan usahamu itu. Aku tak sanggup terus menerus kau buntuti. Aku rindu kebebasanku. Aku inginkan kehidupan pribadiku yang dulu kembali. Tolong tinggalkan aku. Caramu memaksakan cintamu tak akan pernah membuatku tersentuh. Karena bagiku kau tak tahu menghargai perasaanku ini. Kau tak peduli akan pilihan yang telah kubuat. Kau seperti seorang diktator yang ingin menawanku. Aku benci. Aku mulai merasa diteror olehmu. Ya, kehadiranmu mulai menjadi teror dalam hidupku.

Dan hari ini telah aku putuskan, bila esok kau masih juga menungguku, aku akan mendatangimu. Akan kutumpahkan semua rasaku ini. Keberatan diriku, kemarahan hatiku. Tak peduli kau akan terluka. Dan bila kau masih tak setuju dan tetap mengekori langkahku, menjadi mimpi burukku di siang dan malam, aku akan mengambil tindakan tegas. Jangan menyalahkanku. Kau yang telah memaksaku sampai pada batas ini. Aku tak punya pilihan lain lagi. Harus kurebut kembali kebebasan hidupku yang dulu.

Akan kukatakan padamu apa itu cinta. Akan kujelaskan padamu bahwa yang kau lakukan padaku itu bukan ungkapan cinta. Karena itu semua kini menjadi teror bagi jiwaku...

Photo Link: http://www.wrongsideoftheart.com/wp-content/gallery/posters-t/terror_in_haunted_house_poster_03.jpg

2 komentar:

  1. wah....seyem juga ya....kalau mengalami seperti itu..!! Memang mesti langsung dikatakan saja..."jangan pernah ganggu aku lagi...!!"..mudah-mudahan dia mengenal malu, ya..!
    Selamat berkarya terus dengan tulisan-tulisan yang baru....!!

    BalasHapus
  2. Iya mmg serem banget. Diikutin terus bikin jd mikir yg nggak2...
    Btw, thx again :-)

    BalasHapus

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya