Kamis, 08 Oktober 2009

Penantian Ini..

Jujur, aku tak tahu harus mulai darimana. Tak tahu di mana harus mencari kata-kata yang tepat untuk menulis semua ini. Sebuah surat untukmu. Mungkin surat terakhir, mungkin bukan. Mungkin surat yang bisa mencairkan kekerasan hatimu, mungkin juga tidak. Mungkin kau akan mau membacanya, mungkin langsung menghapusnya ketika kau menemukan namaku sebagai pengirimnya. Mungkin hatimu akan sedikit tergerak, mungkin bahkan akan membatu selamanya. Mungkin... Berjuta kemungkinan berlarian, melesat memenuhi kepalaku yang telah terlalu penuh dengan dirimu dan dirimu belakangan ini. Bahkan aku serasa mendengar suara retakan di dinding kepalaku yang seakan-akan menjerit, mengeluh tak sanggup lagi memikirkan semua ini.

Kekasih, kalau masih boleh kupanggil dirimu dengan sebutan itu, apa salahku? Tolong katakan, tolong ceritakan. Aku akan siap mendengarkan dengan kebesaran hati. Aku bertanya padamu bukan karena aku tak merasa bersalah. Bukan. Tapi karena aku di sini hanya bisa menerka-nerka. Dan terkaanku ini tak pernah menjadi pasti selamanya tanpa sebuah anggukan darimu.

Mungkin aku telah menyinggung hatimu yang peka itu. Telah melewati batas yang dirimu tetapkan untukku. Batas yang tak pernah menjadi batasku untukmu. Bahkan aku tak pernah tahu batas itu ada di sana, tak seharusnya kuinjak atau kulewati tanpa melukai harga dirimu. Dan kini, berada di sini, mundur begitu jauh darimu, menatap pintu hatimu yang telah tertutup, aku hanya bisa menyesali diri. Tak tahu apa yang sebaiknya aku lakukan. Terus menunggu atau berbalik pergi. Tak pernah punya cukup kebahagiaan untuk terus menunggu, namun tak pernah rela untuk berbalik pergi. Tahukah kau rasaku ini? Rasa ini benar-benar membuat hidupku, diriku dan hatiku berada dalam kekacauan dan kegalauan yang tanpa akhir.

Bila itu yang terjadi, maaf.... Aku tak punya kalimat lain sebagai pembelaan diri ini. Diri yang semakin mengecil dan tak bahagia ini. Tak pernah akan memeluk kebahagiaan yang sama seperti saat dirimu masih berada di sini, berbagi denganku.

Masih ada kesempatan untukku untuk berjalan bersamamu, berbagi cinta semanis kisah kita yang dulu? Tolong jawab aku. Tolong jangan tinggalkan aku dalam misteri yang selamanya akan membuatku harus melewati penyesalan diri. Siksaan ini terlalu berat untuk diriku yang lemah ini.

Tak pernah ingin mengemis cinta darimu, seandainya kau pun tak memiliki cinta yang sama lagi di hati. Namun asa ini masih menyala, meski seiring detik demi detik berlalu baranya semakin redup. Hatiku ini bukan milikku lagi. Tak mau mendengarkanku. Meski telah remuk redam karena sikapmu, dia masih juga berpihak padamu. Bujukanku, airmataku, perihku, tak juga mampu untuk memanggilnya kembali.

Kekasih, maukah kau menghampiriku? Meski bila kata yang kau ucapkan adalah selamat tinggal. Biar hatiku ini menjadi milikku lagi. Biar kudapat temukan kembali bahagiaku. Meski bukan dari dirimu lagi...

Photo Link: http://www.cherrybam.com/graphics/graphics-heartbreak/heartbreak010.gif

2 komentar:

  1. jadi teringat lagunya the beegees, "how can you mend a broken heart"....curhat yang memilukan...tapi enak dibaca dan mengharukan....

    BalasHapus
  2. Thanks Mba Shinta... Sebenarnya itu stock cerita lama, kemaren baru buka2 n di-edit lagi :-)

    BalasHapus

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya