Jumat, 09 Oktober 2009

Anik



Anik adalah salah seorang karyawan di kantorku. Tahun ini dia udah berumur dua puluh lima tahun, ya gak beda-beda jauh dari aku. Maksudku gak sampai beda sepuluh tahun...hehehe. Dia aslinya dari Jogyakarta, datang merantau ke Jakarta berharap bisa hidup lebih maju. Itu katanya ketika aku menyuruhnya menulis sebuah karangan dengan tema: Impianku. Maklumlah, kalo bosnya penulis, paling tidak orang-orangnya harus bisa juga sedikit dalam bidang karang mengarang... :-)

Anik itu selalu tampil sederhana. Rambutnya panjang selalu dikuncir, kulitnya coklat, matanya besar. Untuk ukuran wajah, sebenarnya menurutku Anik itu cantik, walau kata karyawanku, Anik itu bukan tipe yang akan dilirik pria. Masalahnya Anik itu gak pernah berdandan. Jangankan pake lipstik, bedakan pun jarang. Lagian setiap hari Anik memakai celana jeans. Dulu dia sering duduk seenaknya dengan kaki terbuka, sampai aku tegur, "Nik, kamu itu perempuan, bukan? Kok duduknya kayak gitu?" Lalu dengan cengengesan kakinya dirapatkan, sementara yang lain tertawa, sudah terlalu biasa dengan gaya Anik. Pernah suatu kali salah satu temannya menyuruh Anik memakai celana legging (celana ketat selutut), karyawan laki-laki yang lain langsung protes, "Gak pantes kamu.." Si Anik langsung kebingungan. Aku cepat-cepat membantah hal itu, "Jangan dengerin. Pantes kok, bagus..." Dan ketika aku membuka sebuah butik dan menugaskan Anik untuk menjaganya, aku memaksa Anik harus berdandan, alasanku karena kita bermain di dunia fashion harus terlihat keren. Kubelikan eye shadow warna warni dan kuajarkan bagaimana memakainya. Awalnya dia tertawa dan merasa kikuk. Sebulan kemudian, dia telah terbiasa. Tiga bulan kemudian, dia udah lebih jago dariku, bisa sendirian mengoleskan eye liner cair pada matanya. Dan ketika karyawan-karyawan kantor mengunjunginya di kantor, mereka takjub. Kata mereka, "Nik, kok sekarang beda, ya? Cantik..." Gak percuma kan usahaku itu... hahahaha....

Dengan siapa saja, Anik selalu mampu membawa diri. Mau ditaruh di kantor, di toko atau di mana saja, dia dengan cepat menyesuaikan diri. Mungkin karena pribadinya yang hangat dan sikapnya yang selalu terbuka dengan siapa saja, membuat siapa saja nyaman berada di sampingnya. Beda dengan karyawati yang lainnya. Ada yang moody, tiap hari berganti-ganti sikap, sesuai dengan suasana hatinya. Ada yang pendiam, jarang berbicara. Ada lagi yang manis, berkulit putih, namun pelit senyum. Makanya Anik cepat tenar di toko, di kantor maupun di telinga para customer. Walaupun kadang anak-anak yang lain suka iri padanya. Soalnya mereka bilang aku lebih sayang pada Anik dibanding yang lain. Lebih sayang? Lebih percaya tepatnya. Dan lebih tenang kalo Anik yang bekerja. Pasti beres.

Yang aku paling suka dari Anik adalah senyumnya. Tak pernah hilang seharipun dari wajahnya. Dulu, pertama kali bertemu dengannya, aku balas senyum itu dengan tampang sangarku. Begini ceritanya, waktu itu Anik tiba-tiba muncul di toko, menjadi salah satu team penjual sementara aku bingung dia datang darimana. Usut punya usut ternyata dia direkomendasi oleh sang pacar yang bekerja di samping tokoku, pada suamiku. Terus terang aku sedikit gak suka dengan cara terima karyawan pake sistem relasi. Aku lebih suka menerima seseorang atas dasar hasil interview dan penilaian.

Seminggu pertama bekerja itu benar-benar mimpi buruk buat Anik. Setiap hari aku gak menyapanya, hanya mengangguk ketika dia memberi salam, selebihnya yang ada hanyalah tatapan tajamku yang mengamati gerak-geriknya, membuatnya lebih banyak salah tingkah. Dan dia stress, hampir saja menyerah dengan tekanan yang begitu besar itu. Itu pengakuannya setahun kemudian tentang bos barunya yang galak...hehehe... Untung waktu itu dia gak benar-benar berhenti...

Kalo aku bilang, gak mungkin bisa gak menyukai Anik. Dia gadis yang ramah, hangat, polos dan rajin. Dia juga rajin menunaikan sholat lima waktunya, yang memang gak pernah menjadi keberatanku untuk dilakukan di kantor. Selain itu dia juga sangat sabar menghadapi bos seperti aku yang perfeksionis dan tegas ini. Bayangin aja, meski aku omelin lama, dia selalu tetap berusaha mendengarkan tanpa sedikitpun terlihat kesal. Selalu siap mengangguk dan berjanji untuk bekerja dengan lebih baik. Dan memang Anik selalu bekerja dengan nilai extra di mataku. Dia bisa bekerja tanpa harus kuperintah atau dikte. Sering aku menemukannya melakukan sebuah pekerjaan extra yang sebenarnya bukan kewajibannya. Tapi tetap saja dilakukannya dengan sungguh-sungguh dan senang hati.

Bulan lalu ketika aku ulangtahun, dia menyalamiku lama dengan senyum lebar. Tanpa mau melepaskan tanganku, dia mengucapkan selamat ulangtahun beserta doa yang panjang untuk kesuksesan dan kebahagiaanku. Bikin aku gelagapan sendiri. Tapi itulah Anik. Dia bisa berceloteh riang tentang keluarga dan teman-temannya tanpa pernah segan padaku. Memang aku selalu tanamkan sikap kekeluargaan dalam kantor kami, sehingga kami ini sudah seperti keluarga atau teman baik, gak dipisahkan oleh status. Tapi tetap saja kuingatkan dalam pekerjaan harus ada profesionalisme, gak boleh seenaknya tanpa aturan. Akupun kadang-kadang bercerita tentang duniaku pada Anik. Dia suka mendengar ceritaku. Matanya selalu bersinar dan dia selalu siap dengan berbagai pertanyaan polosnya. Maklumlah Anik itu gak mengenyam sekolah yang tinggi, juga punya pergaulan yang terbatas. Tapi aku selalu mengingatkannya untuk selalu mau belajar apa saja, agar wawasannya menjadi luas.

Suatu hari aku menunjukkan layar facebook padanya dan aku ceritakan tentang dunia facebook itu. Dia terkagum-kagum. Di kantor aku punya banyak koleksi buku yang selalu aku bebaskan untuk dia baca saat jam kosong di kantor. Dan dia menuruti kata-kataku. Belakangan buku-bukuku selalu berada di meja kerjanya. Kadang dia meminta ijin untuk membawa pulang. Yang ajaibnya kemarin aku menemukannya membaca buku Paulo Coelho, yang membuatku wondering, dia ngerti gak yah isinya...hehehe.

Tapi itulah Anik. Sebuah sosok yang kadang mengingatkan diriku sendiri akan pentingnya keramahan dan ketulusan. Sosok yang tidak istimewa dari rupa dan penampilannya tapi memiliki pribadi yang cantik. Melihatnya membuatku selalu berusaha menjaga kerendahan hati dan belajar bagaimana membawa diri bersamanya, gak menjadi bossy dan gak melihatnya dengan sebelah mata. Selalu ingat bahwa Anik adalah manusia biasa sama seperti diriku ini. Dan aku selalu bersyukur pada Tuhan yang telah mengirimkan langkah Anik memasuki tokoku di suatu pagi tiga tahun yang lalu...

* Di dalam foto di atas, Anik berdiri tepat di sebelahku dalam celana legging-nya ;-p (Memori Ancol 2008)

1 komentar:

  1. angel, gile lu persiapan amat ke ancol. tangan terlindungi dari panas hihihi...
    btw salam buat Anik ya :)

    BalasHapus

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya