Selasa, 23 Juni 2009

Meraih kembali bahagiaku...


Aku tengah menghitung, berapa hari telah kulewatkan tanpa bahagia? Seminggu? Dua minggu? Atau bahkan sebulan? Sepertinya lebih... Karena rasanya telah begitu lama. Terlalu lama dalam rasa yang sama ini. Rasa tak bahagia ini...
Pagi tadi, membaca sebuah tulisan seseorang, tulisan yang menamparku dengan keras. Aku kembali diingatkan bahwa bahagiaku bukan di tangan siapa-siapa. Bahagiaku selamanya ada di tanganku sendiri, menjadi milikku sendiri. Aku lupa itu... Lupa akan kemampuanku untuk berbahagia, karena aku meletakkan bahagiaku pada sebuah titik. Dan selama ini aku terus menatap ke arah titik itu. Menunggu. Menunggu titik itu berubah menjadi cahaya. Tapi waktu terus berlalu, menggoyahkan imanku, juga menyapu semua rasa bahagiaku.

Dalam detik-detik yang kulewati aku terus berharap, walau harapan itu terus semakin menipis. Aku isi kembali dengan harap yang baru, yang menguras seluruh kekuatan jiwa. Sekarang, aku berdiri di sini, menatap titik itu masih tetap di sana. Tak bercahaya. Masih segelap dulu. Haruskah terus kutunggu? Tapi aku rasanya tak punya kekuatan lagi...
Rasanya begitu ingin menangis. Ketika harapan tak juga berujung. Ketika jiwaku terus berteriak memberontak, tak ingin lagi menatap titik yang sama. Namun mataku masih tertuju di sana, dengan sisa-sisa harapan yang semakin melukai jiwa. Masih begitu keras kepala. Masih juga terus berkata pada hatiku, masih ada harapan, jangan menyerah...

Tapi aku lelah. Aku lelah dengan ketidakbahagiaan ini. Aku rindu hari-hariku yang dulu, ketika semua terlihat indah dan begitu ringan. Ketika titik itu belum jadi fokus mata dan jiwaku. Ketika aku belum menaruh seluruh bahagiaku di sana. Aku benar-benar rindu bahagiaku...

Dan di sinilah aku kini. Dengan keputusan yang telah bulat. Aku tak ingin melanjutkan perjuangan ini lagi. Aku ingin berhenti. Menghentikan semua harap dan fokus pada titik itu. Cukup sudah.

Terkadang, ketika pikiran telah mengangguk setuju, hati masih juga menangis...

Ya, airmataku masih menetes saat kuputuskan ini. Namun ini tangisan sedihku yang terakhir untuk itu. Karena esok, aku akan mulai hidup yang baru. Dan titik itu tak akan pernah lagi merampas perhatianku. Karena bagaimanapun juga, aku harus meraih kembali bahagiaku...

2 komentar:

  1. angel, aku baru kali ini mampir di blog kamu hehehe... kirain kamu hanya posting di blog yuk nulis doang. keep writing ya :) and keep happy :)

    BalasHapus
  2. Thx fem...:-) Blog-nya masih simple... kagak ngeti bikin yg bagus...hihihi

    BalasHapus

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya