Sabtu, 12 September 2009

Pilihan

Kemarin menemani seorang teman baik, aku baru disadarkan kembali bahwa hidup ini adalah pilihan. Setiap hari, setiap saat, di setiap kata dan sikap yang kita ambil, kita selalu membuat pilihan.

Cerita singkatnya begini, kami membuat janji bertemu dari minggu yang lalu. Karena jadwal-ku minggu ini padat, maka hari pertemuan diundur hingga Jumat, kemarin. Temanku ini minta ditemani mencari barang-barang kebutuhannya untuk menyambut kelahiran bayinya. Janjinya , dia akan datang menjemputku jam sembilan pagi. Jangan heran, meski dalam posisi perut membuncit dan usia kehamilan tua, temanku ini masih selalu ke mana-mana sendiri menyetir mobil. Dia sudah terbiasa dan tidak merasakan hal tersebut sebagai hambatan.

Aku menunggu dari jam sembilan hingga jam sepuluh. Sms datang, memberitahuku bahwa dia tiba-tiba memiliki urusan mendadak yang tidak bisa ditinggalkan. Dan setelah penantian yang panjang, temanku itu berhasil tiba di tempatku sekitar pukul setengah dua siang.

Aku lapar, dia juga lapar. Cari tempat makan dulu? Yup. Tapi kabar buruknya, dia tiba-tiba mendapat telepon dari rumah sakit yang menginformasikan bahwa jadwal cek kandungannya berubah jadi siang ini. Padahal biasanya malam. Nah, mana yang lebih penting? Perut atau perut? Hehehe... Masalahnya kalau kami singgah untuk makan dulu lalu ke rumah sakit, mungkin Dokter kandungannya sudah kabur karena jadwal praktek yang telah habis. So, diputuskan untuk ke rumah sakit dulu. Cek kandungan lalu makan di kantin rumah sakit.

Sampai di sana, untung lah temanku merupakan pasien yang pertama. Pengecekan memakan waktu hampir satu jam. Intinya kondisi ibu dan bayi dalam kandungan sehat tak kurang apapun. Syukurlah.

Setelah itu kami memutuskan mencari tempat makan lain, Pizza Marzano. Dan akhirnya kami benar-benar memulai makan siang kami pada pukul setengah lima.

Sebenarnya aku sedikit kesal ketika temanku tiba pada pukul dua. Kesal karena menunggu begitu lama dan perutku keroncongan, cuma sempat kuisi dengan segelas susu dan sebotol green tea. Tapi ketika menemukan wajah kuyu-nya dengan perut besar dan belum makan juga, aku jadi iba. Ada sebuah teguran di kepalaku untuk tidak mengeluh. Bagaimana pun temanku itu juga tidak lebih beruntung dariku. Dia mungkin bahkan lebih lelah, dari Selatan ke Barat lalu balik ke Selatan lagi. Dengan kesibukan segunung, mesti melewati jalan panjang dan kemacetan, belum lagi berat di perutnya yang membuatnya tak nyaman duduk berjam-jam di balik setir, dengan seat belt yang menyesakkan. Dan rasa lapar yang harusnya dua kali lipat dari aku...

Kalau aku tetap kesal dan melampiaskan kekesalanku padanya, bisa saja. Tapi efeknya, harinya semakin kelabu. Dan dia akan merasa tidak enak padaku. Merasa bersalah. Padahal ini juga sesuatu yang di luar prediksinya. Tidak diharapkannya terjadi. Bahkan acara belanja-belanja kebutuhan bayi menjadi batal karena waktu yang tidak memungkinkan.

Kalau aku kesal, hariku kemarin akan menjadi suram juga. Aku akan sibuk dengan pikiran-pikiran tak bahagiaku dan kegiatan menunggu serta menemaninya menjadi kegiatan yang berat dan panjang terasa. Tapi karena aku berusaha memahami dan sabar menunggu, aku bisa melihat hari kemarin sebagai hari yang tidak sempurna tapi masih bisa kuisi dengan banyak hal menyenangkan. Contohnya, saat menunggunya, aku tidak bengong. Aku malah sempat menulis sebuah cerita di blog, mengecek email-email, dan meninggalkan beberapa komentar di facebook. Aku bahkan sempat bertemu seorang customer yang datang pagi itu di kantor dan berbagi sedikit semangat untuk dirinya yang tengah merintis bisnis kecil.

Karena aku memutuskan untuk tidak mempermasalahkan keterlambatannya, aku bisa menemaninya memeriksa kandungan dan menyaksikan calon bayi itu bergerak di layar komputer. Aku bahkan sempat merasa iba, memikirkan seharian ini calon bayi itu belum sempat diberi makan. Hiks...

Dan pada akhirnya, aku bahagia. Bahagia atas pilihan yang telah kubuat hari ini. Pilihan untuk mengerti, sabar dan tetap tersenyum. Pilihan untuk menjadi seorang sahabat untuknya hari itu. Dan semua itu yang membuat satu hari lagi dalam hidupku lebih berarti dan indah untuk dikenang.

Hidup ini selalu merupakan pilihan. Banyak situasi yang tidak menyenangkan dan berat muncul, tanpa bisa diduga atau dikontrol, namun tetap pilihannya ada di tanganmu. Kau akan hadapi dengan senyuman ataukah dengan kemarahan dan rasa kesal? Semua tergantung padamu, karena apapun yang kau pilih akan mempengaruhi kejadian berikutnya dan akhirnya mempengaruhi seluruh kehidupanmu.

So teman, apakah kau memilih untuk tersenyum hari ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya