Kamis, 03 September 2009

Aku Ingin Menangis...

Aku ingin menangis... Entah mengapa. Hari ini hatiku berawan, tak secerah biasanya. Tak sejernih langit biru. Dan awan hitam itu membuatku merasa sebentar lagi badai topan atau hujan deras bakal turun.

Aku tak punya pawang hujan. Tak kenal seorang pun yang bisa menjadi pawang hujan. Aku berharap aku bisa menghentikan hujan ini sebelum benar-benar turun. Aku berharap tahu caranya, rumusnya, manteranya. Seandainya saja...

Aku berharap ada seseorang datang dan menjetikkan tongkat ajaibnya, mengubah awan hitam ini menjadi awan putih yang terlihat bak kapas putih, lembut dan mencerahkan suasana. Aku berharap ada seseorang yang mau menghisap pergi semua udara menyesakkan ini dan menggantikannya dengan udara bersih dan sesejuk udara pegunungan. Aku berharap jika saja aku punya persediaan hati cadangan, pasti akan kulepaskan hati suram ini dan menggantinya dengan hati baru yang cerah dan lebih menarik.

Aku ingin menangis...

Hatiku sedih. Jiwaku merana. Dan pikiranku tak mau diajak diam dalam damai. Entah mengapa. Entah karena apa. Entah...

Mungkinkah memang tak perlu alasan untuk itu? Ataukah mungkin aku perlu menangis untuk membuang semua kotoran hati dan jiwa melalui setiap tetes airmataku yang langka ini?

Jangan tanyakan mengapa. Jangan hibur aku. Karena aku tak lagi ingin bercerita. Aku juga tak lagi ingin mendengar penghiburan apapun. Aku hanya ingin menangis. Biarkan aku menangis. Walau aku sendiri tak tahu untuk apa, untuk siapa...

Aku hanya berharap bila airmataku telah habis terkuras, semoga hatiku tak lagi suram dan udara ini tak lagi menyesakkan jiwaku...

Semoga...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

B'day Gift From My Buddy

Conversation With God (Book I Page 59-60)

Apakah rasa takut adalah yg kamu butuhkan utk menjadi, melakukan dan memiliki apa yg pd hakikatnya benar? Haruskah kamu diancam utk "menjadi baik?" Siapa yg berkuasa ttg itu? Siapa yg menentukan pedomannya? Siapa yg membuat aturannya?
Kukatakan hal ini kpdmu: Kamu adalah pembuat aturanmu sendiri. Kamu menentukan pedomannya. Dan kamu memutuskan seberapa baik telah kamu lakukan; seberapa baik sedang kamu lakukan. Karena kamu lah yg memutuskan Siapa & Apa Dirimu Sebenarnya-dan Diri Yg Kamu Cita-citakan. Dan kamu lah satu-satunya yg dapat menilai seberapa baik sedang kamu lakukan.
Tak ada org lain yg akan menghakimimu selamanya, karena mengapa, dan bagaimana Tuhan dapat menghakimi ciptaanNya sendiri dan menyebutnya buruk? Seandainya Aku ingin kamu menjadi dan melakukan segala sesuatu dengan sempurna, Aku pasti telah meninggalkanmu dalam keadaan benar-benar sempurna dari mana kamu datang. Seluruh maksud proses ini adalah agar kamu menemukan dirimu sendiri, menciptakan Dirimu, sebagaimana kamu sebenarnya - dan sebagaimana kamu inginkan sebenarnya. Namun, kamu tak dapat menjadi itu kalau kamu juga tidak memiliki pilihan untuk menjadi sesuatu yg lain.
Karena itu, apakah Aku seharusnya menghukummu karena membuat pilihan yang Aku sendiri telah letakkan di depanmu? Seandainya Aku tak menginginkanmu membuat pilihan kedua, mengapa Aku menciptakan pilihan yg lain daripada yg pertama?
Ini adalah pertanyaan yg harus kamu tanyakan kepada dirimu sendiri sebelum kamu memberi Aku peran sebagai Tuhan yg menghukum.
Jawaban langsung dr pertanyaanmu adalah ya, kamu boleh bertindak semaumu tanpa takut akan pembalasan. Namun, adalah berguna bagimu untuk menyadari konsekuensinya.
Konsekuensi adalah hasil. Akibat alamiah. Ini benar-benar tidak sama dengan pembalasan, atau hukuman. Akibat, sederhana saja. Akibat adalah apa yg berasal dari penerapan alamiah dari hukum alam. Akibat adalah apa yg terjadi, dengan dapat sungguh diprediksi, sebagai konsekuensi dari apa yg telah terjadi.
Semua kehidupan fisik berfungsi menurut hukum alam. Sekali kamu mengingat hukum ini, dan menerapkannya, kamu telah menguasai kehidupan pd tingkat fisik.
Apa yg tampak seperti hukuman bagimu - atau apa yg kamu sebut kejahatan, atau nasib buruk - tak lebih daripada hukum alam yg menyatakan dirinya